BULAN Mei, adalah simbol rontoknya puncak gunung sistem pemerintahan otoritarian Orde Baru. Ini ditandai dengan lengsernya Soeharto dari tahta kepresidenan.
Ia sendiri yang mengumumkan lengser itu di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 21 Mei 1998.
Banyak kisah diceritakan orang tentang peristiwa bersejarah ini sampai saat kini dan mungkin hingga entah kapan.
Sabtu, 25 Frebuari 2023, keluarga almarhum Harmoko meluncurkan buku berjudul “Bersama Rakyat ke Gerbang Reformasi -Autobiografi Harmoko.”
Koordinator penerbitan buku setebal 640 halaman ini adalah putera bungsu almarhum Harmoko, Azisoko (Dimas) Harmoko yang kini memimpin surat kabar Pos Kota, Jakarta.
Dalam buku ini Harmoko, antara lain berkisah tentang seruannya agar Soeharto mundur. Ini cukup banyak dibahas orang sampai saat ini.
Pada masa menjelang Soeharto lengser sampai masa awal pemerintahan Presiden BJ Habibie, Harmoko adalah Ketua Umum Golongan Karya dan Ketua MPR/DPR.
Saya membaca buku ini, karena di halaman 469 almarhum Bung Harmoko menyebut nama saya.
Ketika para pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi berunding untuk bertemu Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta, pada Kamis, 14 Mei 1998, berita saya saat itu menjadi acuan utama.
“Ada dua materi pokok yang hendak kami konsultasikan (dengan Soeharto). Pertama tentang pernyataan di Kairo, Mesir, yang menyatakan Soeharto siap mundur. Kedua, tentang reformasi total, keinginan Soeharto mundur dan Sidang Istimewa MPR.
Tentang materi pertama, kami mendasarkan pada pernyataan Presiden (saat itu) Soeharto sendiri. Ini antara lain saya baca dari pemberitaan Kompas edisi 14 Mei 1998, pada halaman pertama yang berjudul :’Kalau Rakyat Tak Menghendaki, Presiden Siap Mundur’.
Wartawan Kompas, J.Osdar menulis, pernyataan tersebut disampaikan Presiden Soeharto di depan masyarakat Indonesia di Kedutaan Besar Indonesia di Kairo, terletak di tepi Sungai Nil, pada 13 Mei malam sekitar pukul 19.00 waktu setempat atau pukul 23.00 WIB.”
Demikian salah satu catatan harian Harmoko yang dibukukan oleh keluarga almarhum.
Sebelum lengser, Soeharto ke Kairo. Saya ikut dalam rombongan Soeharto. Ketika akan berangkat ke Kairo pada Sabtu pagi, 9 Mei 1998, banyak orang mengatakan kepada saya sambil berolok-olok, “apakah kalian bisa kembali ke Indonesia ?”
Banyak yang sudah merasa yakin Soeharto akan jatuh. Namun Soeharto saat itu masih yakin akan bisa memperpanjang kekuasaannya.