Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pasal Penghinaan Presiden di KUHP, Wamenkumham: Ini Terkait Marwah, Bukan soal "Equility Before The Law"

Kompas.com - 04/05/2023, 16:03 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

AMBON, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjelaskan alasan perlunya pasal terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tetap diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menurutnya, hal itu merupakan persoalan marwah lembaga negara, presiden, dan wakil presiden.

"Ini terkait dengan marwah lembaga negara, marwah presiden, marwah wakil presiden. Ini bukan persoalan equility before the law. Tetapi ini persoalan primus inter pares (yang pertama di antara yang sederajat)," kata Eddy dalam acara Kumham Goes To Campus di Universitas Pattimura, Ambon, Kamis (4/5/2023).

Baca juga: Wamenkumham: KUHP Baru Tidak Membungkam Kebebasan Berbicara

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) itu pun menjelaskan dalam filosofi hukum pidana, salah satu fungsi hukum untuk melindungi kepentingan.

Dia menyebutkan kepentingan yang dimaksudkan di antaranya melindungi nyawa seseorang, properti, serta martabat.

Lebih lanjut, Eddy juga menyoroti adanya pasal terkait makar atau pembunuhan terhadap presiden dan menyandingkannya dengan pasal penhinaan presiden.

Menurutnya, jika ada pasal terkait makar, maka hal itu menandakan presiden dan wakilnya memiliki kedudukan.

"Makar itu kan pembunuhan terhadap presiden, mengapa harus ada pasal itu kan ada pasal pembunuhan biasa. Itu menandakan bahwa presiden dan wakil presiden itu punya kedudukan dan bukan orang sembarangan," ucapnya.

Baca juga: Komnas HAM Pantau Implementasi Hukuman Mati dalam KUHP Baru

Selain itu, Eddy menambahkan presiden dan wakil presiden telah dipilih oleh mayoritas masyarakat sehingga perlu diatur soal pasal penghinaan presiden.

"Anda bisa bayangkan jumlah pemilih mereka itu minimal 50 persen yang punya hak pilih plus 1. Jadi itu harus diatur," ujar Eddy.

Dalam kesempatan yang sama, Eddy menyebut Presiden Joko Widodo pernah mempertanyakan soal perlunya pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kepada tim ahli KUHP nasional yang baru.

Eddy mengungkap saat itu Jokowi meminta agar pasal penghinaan presiden ditiadakan.

Namun, tim ahli KUHP baru mengatakan hal itu adalah terkait marwah dari presiden dan wakil presiden.

Baca juga: Anggota DPR Sebut Kasus Luhut Vs Haris Azhar-Fatia Sesuai Norma KUHP Baru

"Beliau mengatakan bahwa adalah 'Saya ini kalau dihina juga tidak apa-apa. Jadi sebaiknya pasal itu dihapus'," ucap Eddy.

"Saya kira Prof Tuti, Prof Muladi waktu itu menjawab dengan tegas bahwa ini bukan persoalan Joko Widodo, kita, tapi ini persoalan marwah dari presiden dan wakil presiden," sambungnya.

Diketahui, koalisi masyarakat sipil menilai, ada sejumlah aturan bermasalah KUHP terbaru. Beberapa pasal yang menuai banyak penolakan misalnya terkait penghinaan terhadap pemerintah atau penguasa.

Pasal-pasal itu mengatur pidana pada perbuatan penghinaan terhadap pemerintah, penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, penghasutan untuk melawan penguasa umum, hingga penyerangan terhadap kehormatan presiden dan wakil presiden.

Baca juga: Arti Penjara Seumur Hidup Menurut KUHP Lama dan Baru, Dipenjara Berapa Lama?

Adapun DPR telah menyetujui RKUHP sebagai undang-undang dalam pengambilan keputusan tingkat II yang dilakukan DPR dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022).

Meski telah diresmikan, undang-undang itu tidak langsung berlaku namun baru resmi berlaku tiga tahun ke depan, tepatnya pada tahun 2026.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com