JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebutkan bahwa model baru penghitungan suara di TPS pada Pemilu 2024 harus tetap menjamin transparansi dan partisipasi pemilih untuk memantau prosesnya.
Pada tahun 2019, proses penghitungan dilakukan dalam satu panel. Di samping itu, penghitungan suara dibatasi tidak boleh lebih dari hari pemungutan suara.
Pada model baru yang direncanakan untuk 2024 nanti, 7 anggota KPPS akan dibagi menjadi 2 panel.
Panel pertama diperuntukkan guna menghitung suara dari pemilu presiden-wakil presiden serta pemilu DPD RI.
Baca juga: KPU Perpanjang Masa Penghitungan Suara Pemilu 2024, Antisipasi KPPS Kelelahan
Sementara itu, panel kedua diperuntukkan buat menghitung suara pemilu DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
"Misalnya, saat penghitungan suara pilpres berlangsung, penghitungan suara pemilu DPR juga sedang dilaksanakan, sebagai pemilih atau pemantau kalau saya datang sendirian, saya kan hanya bisa mengikuti salah satu saja," kata Titi memberi contoh kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).
"Padahal, saya ingin mengikuti dan memantau keduanya. Tentu itu akhirnya mengurangi kualitas akuntabilitas penghitungan suara dibandingkan praktik penghitungan suara yang dilakukan selama ini," lanjutnya.
Menurut pengajar hukum di Universitas Indonesia itu, aspek transparansi dan partisipasi warga semacam itulah yang menjadi salah satu tujuan pemungutan suara dilakukan hanya setengah hari dan langsung dilanjutkan dengan penghitungan suara di TPS.
Baca juga: Cegah Kematian KPPS, KPU Rancang Model Baru Penghitungan Suara Pemilu 2024
"Maka, hal itulah yang harus terus dijaga dan dipastikan tetap berlangsung oleh KPU pada Pemilu 2024 nanti," kata Titi.
Namun demikian, Titi mengapresiasi terobosan KPU ini. Ia menyebutnya sebagai pilihan yang meringankan beban kerja petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada hari pemungutan suara.
Ia menyambut baik upaya KPU yang masih terus melakukan simulasi di berbagai tempat sebelum menerapkan model baru penghitungan suara ini yang termuat dalam rancangan Peraturan KPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
"KPU perlu terus menyimulasikan tata cara penghitungan ini agar bisa mengidentifikasi problem yang bisa muncul dan segera melakukan antisipasi agar tidak mendistorsi kredibilitas pemilu," ucap Titi.
Sementara itu, KPU mengaku terus melakukan simulasi penerapan model baru penghitungan suara ini dan akan membuka ruang bagi perbaikan.
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik menyebut bahwa simulasi sejauh ini sudah berlangsung di Kota Tangerang Selatan, Bogor, dan Palembang.
Simulasi diklaim berjalan baik, tetapi dianggap masih terlalu prematur untuk tiba pada kesimpulan.
"Dalam waktu dekat kami akan simulasi di satu tempat di salah satu provinsi di Indonesia yang nanti akan kami sampaikan kepada publik," kata dia kepada Kompas.com, Jumat.
"Pada waktunya, kami akan sampaikan (hasil uji coba) karena kami masih melakukan simulasi sejauh mana efektivitasnya. Dan kami juga akan melakukan focus group discussion dengan para ahli berkaitan dengan apa yang kami simulasikan tersebut," ujar Idham.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.