JAGAD media kembali heboh seruan representasi generasi muda bernama Bima Yudho yang menyatakan bahwa daerahnya di Lampung tidak maju-maju.
Ia mengkritik pembangunan fisik yang berjalan lambat, sehingga sejumlah jalan penghubung antardaerah terus menerus rusak parah dan sulit dilewati kendaraan.
Rupanya, kritikan ini viral dan membuat panas telinga pengelola daerah. Sehingga, efek positifnya, sejumlah perbaikan dikebut. Atau dengan bahasa seloroh, setelah viral, barulah sejumlah isu mendapatkan perhatian penuh.
Sifat pemuda memang blak-blakan. Mereka masih muda, sehingga tidak punya masa lalu, tidak punya banyak kebijaksanaan masa lalu, dan bahkan tidak mau tahu apa yang terjadi di masa lalu.
Mereka hidup here and now. Mereka punya mimpi besar, serta hidup dalam asa dan cita versi mereka terkait masa depannya.
Oleh karena itu, mereka tidak menawarkan penyelesaian ragam permasalahan di masa lalu, namun mereka menawarkan potensi cerahnya masa depan.
Selanjutnya, dengan karakter seperti ini, mereka cenderung blak-blakan dalam menyuarakan keinginannya. Sehingga kadangkala suara mereka dapat memanaskan telinga sejumlah pihak.
Terkait dengan adab, etika, dan sopan santun, tentunya hal penting. Namun tradisi di Indonesia ’viral dulu baru digubris’. Ya, inilah hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan untuk dipikirkan ulang.
Karena tidak mungkin kita akan membudayakan tradisi ’viral dulu baru digubris’. Pimpinan daerah, seyogianya selalu berusaha mengoptimalkan indikator kinerja (panel dashboard), untuk memantau perkembangan pembangunan di daerah yang dipimpinnya.
Ia punya ’early warning system’ untuk hal-hal yang mendesak untuk ditangani, ataupun menyangkut hajat hidup orang banyak.
Sejumlah terobosan untuk sistem penyaluran suara ataupun aspirasi rakyat, sejatinya dapat terus dikembangkan.
Beberapa daerah, sudah mempelopori untuk menciptakan aplikasi yang memudahkan masyarakat untuk memberikan suaranya dan menyampaikan keingingan serta kebutuhannya kepada pemerintah.
Namun demikian, tentunya kembali kepada pemerintah untuk merespons aspirasi tersebut. Ketika sistem respons cepat telah didesain dengan baik, seyogianya permasalahan prioritas dapat segera ditindaklanjuti.
Darah muda, salah satunya ditandai oleh keingingan instan, yaitu ingin cepat selesai. Mereka tidak ingin menunggu terlalu lama dan melewati proses berbelit-belit.
Maka secara umum, pada konteks ini generasi muda terbagi tiga. Pertama, mereka yang acuh tak acuh terhadap linkungan sekitaranya.