JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI-P Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengatakan ketua umum partai politik menjadi sosok yang menentukan siapa yang akan memegang kekuasaan di Indonesia.
Sebab, ketua umum partai menjadi sosok yang mengusung capres dan cawapres, di mana pada akhirnya sosok yang diusung itu bisa saja menang.
"Kan sudah dibilangin bahwa yang namanya kekuasaan di republik ini tergantung ketua partai. Kenapa ketua umum partai, Pak Pacul? Pemilu-nya begitu. Capres-cawapres yang mengajukan siapa? Gabungan partai politik atau partai politik," ujar Pacul saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Adapun Pacul menjawab alasan pengesahan RUU Pembatasan Uang Kartal dan RUU Perampasan Aset membutuhkan restu dari ketua umum partai politik.
Sebab, beberapa waktu lalu, Pacul blak-blakan di hadapan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, di mana dirinya mengatakan RUU tersebut harus mendapat izin dari ketum parpol.
Meski begitu, Pacul mengaku belum mendapat arahan apa pun dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri perihal RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal.
"Sampai hari ini enggak ada. Bahwa perampasan aset dan uang kartal pun ketua umum juga tidak kasih perintah apa-apa. Tetapi kami sebagai kader partai memahami bahwa isu RUU Perampasan Aset itu bisa menciptakan authoritarian baru bagi seorang yang berkuasa," tuturnya.
"Itulah kenapa kita harus ngomong, coba itu bicara dulu kan para ketum partai. Karena itu bisa menciptakan authoritarian baru," sambung Pacul.
Baca juga: Wapres: RUU Perampasan Aset Bukan untuk Kepentingan Siapa-siapa, Hasilnya untuk Rakyat
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul terang-terangan mengaku tak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh "ibu".
Ini dia sampaikan menjawab Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam rapat dengar pendapat yang meminta agar Komisi III DPR menggolkan dua RUU tersebut.
"Di sini boleh ngomong galak, Pak, tapi Bambang Pacul ditelepon ibu, 'Pacul, berhenti!', 'Siap! Laksanakan!'," kata Bambang dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
"Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap, kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak," lanjutnya diikuti tawa anggota Komisi III lainnya yang juga hadir dalam rapat.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: RUU Perampasan Aset Mendesak untuk Dibahas dan Diundangkan
Politisi PDI Perjuangan itu tak menjelaskan sosok "ibu" yang dimaksud. Hanya saja, dia bilang, untuk mengesahkan RUU tersebut, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik.
"Loh, saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan), tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak," ujar dia.
Memang, kata Bambang, pengesahan RUU Perampasan Aset masih dimungkinkan. Namun, tidak dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu itu mengatakan, sulit bagi legislator mengesahkan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal karena ada kekhawatiran tak terpilih lagi pada pemilu selanjutnya.
"Kalau RUU Pembatasan Uang Kartal pasti DPR nangis semua. Kenapa? Masa dia bagi duit harus pakai e-wallet, e-wallet-nya cuma 20 juta lagi. Nggak bisa, Pak, nanti mereka nggak jadi (anggota DPR) lagi," katanya, lagi-lagi diikuti tawa para anggota DPR.
Bambang menegaskan, sikapnya ini sama dengan anggota DPR lain. Seluruh legislator, kata dia, tunduk ke "bos" masing-masing.
"Lobinya jangan di sini, Pak. Ini semua nurut bosnya masing-masing," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.