Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Tak Relevan Menyamakan Masa Jabatan Kepala Desa dengan Presiden

Kompas.com - 01/04/2023, 09:42 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, ketentuan mengenai masa jabatan kepala desa tidak relevan bila disamakan dengan jabatan publik lain, termasuk presiden dan wakil presiden.

Hal ini disampaikan MK dalam putusan perkara nomor 15/PUU-XXI/2023 terkait ketentuan masa jabatan kepala desa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Tidaklah relevan untuk mempersamakan antara masa jabatan kepala desa dengan masa jabatan publik lainnya, termasuk dengan masa jabatan presiden dan wakil presiden serta masa jabatan kepala daerah," tulis MK dalam salinan putusannya, dikutip pada Sabtu (1/4/2023).

Baca juga: Gugatan Masa Jabatan Kades Tidak Diterima MK, Tetap Bisa Menjabat Sampai 18 Tahun

Dalam perkara ini, seorang warga bernama Eliadi Hulu selaku pemohon meminta agar ketentuan kepala desa yang dimungkinkan menjabat selama enam tahun dan terpilih untuk maksimal tiga periode diubah, hanya dapat menjabat lima tahun dan terpilih untuk maksimal dua periode.

Namun, MK menilai, permintaan tersebut tidak berlasan menurut hukum.

Sebab, menurut MK, UUD 1945 hanya menentukan secara eksplisit pembatasan masa jabatan untuk beberapa jabatan publik saja, tetapi tidak temasuk jabatan kepala desa yang hanya diatur dalam undang-undang.

Dalam hal ini, Pasal 39 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Desa mengatur masa jabatan kepala desa adalah selama enam tahun dan dapat menjabat kembali paling banyak tiga kali masa jabatan sehingga seseorang dapat menjabat sebagai kepala desa paling lama 18 tahun.

"Dalam batas penalaran yang wajar, pembatasan demikian tidak hanya sebatas dimaksudkan untuk membuka kesempatan kepastian terjadinya alih generasi kepemimpinan di semua tingkatan pemerintahan termasuk di tingkat desa, tetapi juga mencegah penyalahgunaan kekuasaan (power tends to corrupt) karena terlalu lama berkuasa," tulis MK.

MK pun berpandangan, perubahan aturan mengenai masa jabatan kepala desa sangat tergantung pada faktor filosofis, yuridis, dan sosiologis yang memengaruhi pada saat ketentuan tersebut dibuat.

Baca juga: Apdesi Keberatan Kepala Desa Selalu Dianggap Korup, Sebut Legislatif Lebih Banyak

Dengan kata lain, menurut MK, perubahan periodisasi masa jabatan kepala desa yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang tidak serta-merta dapat diartikan bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak memuat hal yang dilarang oleh konstitusi.

"Termasuk juga apabila terdapat pembedaan mengenai jangka waktu kepala desa menjabat dengan masa jabatan publik lainnya, hal tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang," tulis MK.

Sebelumnya, Eliadi mengaku khawatir melihat tuntutan sekelompok kepala desa yang menginginkan perpanjangan masa jabatan menjadi sembilan tahun dan dapat terpilih tiga kali, yang sama saja mengizinkan kepala desa mempertahankan kekuasaannya selama 27 tahun.

Ratusan kepala desa sempat menggelar unjuk rasa besar-besaran di depan Gedung DPR RI menuntut revisi UU Desa guna mengubah ketentuan masa jabatan mereka.

"Tuntutan tersebut tentunya akan membunuh demokrasi di tingkat desa dan bertentangan dengan UUD 1945," kata Eliadi lewat keterangan tertulis, Jumat (27/1/2023).

Baca juga: Tegur Ribuan Kepala Desa Minta Dana Desa 10 Persen, Megawati: Kerja Dulu!

Menurut Eliadi, kepala desa yang dimungkinkan menjabat hingga 18 tahun tersebut bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun dan hanya dapat terpilih untuk dua kali masa jabatan.


Ia menilai bahwa pasal tersebut membawa semangat soal pembatasan kekuasaan yang seharusnya juga diterapkan untuk jabatan kepala desa.

"Berdasarkan semangat tersebut, masa jabatan dan periodisasi gubernur hingga bupati/wali kota menerapkan hal yang sama," ujar Eliadi.

"Kekuasaan yang terlampau besar akan melahirkan tindakan koruptif dan abuse of power," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com