Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Komisioner KPK: Sidak 3 Jam di Bea Cukai Temukan Rp 500 Juta

Kompas.com - 31/03/2023, 13:33 WIB
Tatang Guritno,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Jasin mengaku tak kaget dengan transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun yang diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Ia lantas menceritakan pengalaman menemukan hasil korupsi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, pada 2008 silam.

“Kalau kami dulu sidak tiga jam itu dapat setengah miliar (rupiah),” ujar Jasin di program Satu Meja the Forum Kompas TV, Rabu (29/3/2023).

Jasin mengungkapkan, kala itu KPK melakukan kajian sistem pada Bea dan Cukai Tanjung Priok, dan menemukan indikasi kuat terjadinya tindak pidana korupsi.

Baca juga: Soal Perbedaan Data Transaksi Janggal, Jokowi: Ditanyakan ke Menkeu dan Mahfud

Namun, pihak Bea dan Cukai Tanjung Priok tak terima karena merasa dituduh dan meminta lembaga antirasuah itu membuktikan.

Ia mengatakan, salah satu cara pihak Bea dan Cukai Tanjung Priok menyembunyikan tindak pidana korupsinya adalah tak menggunakan smartphone dalam berkomunikasi.

“Khawatir kalau disadap. Makanya dia menyampaikan seperti itu, ya kami (kemudian) berkoordinasi dengan Pak Dirjen, waktu itu Pak Anwar Supriadi,” kata Jasin.

“Jadi kita sidak saja sifatnya. Ini kalau menurut informasi yang dikaji tim kami, suap itu ada di situ, setiap bulan diperkirakan Rp 47 miliar hanya amplop-amplop saja,” ujarnya lagi.

Baca juga: Debat Panas 8 Jam Mahfud Versus Everybody di Komisi III DPR yang Berujung Salaman

Di sisi lain, Jasin mengaku telah menyampaikan informasi tersebut pada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

Dalam pandangannya, informasi yang disampaikan Mahfud menunjukan bahwa setelah 15 tahun berlalu tak ada pembenahan berarti di internal Kemenkeu.

“Itu seperti memadamkan kebakaran sesaat, kumat lagi. Sekarang kumatnya lebih dahsyat lagi. Kalau sampai ratusan triliun itu kemudian mengalir ke mana-mana, TPPU (tindak pidana pencucian uang) kan,” katanya.

Diketahui dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Mahfud MD menyampaikan dugaan pencucian uang di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai senilai Rp 189 triliun.

Ia mengungkapkan, jumlah itu termasuk dalam data transaksi janggal Rp 349 triliun.

Namun, menurutnya, Menkeu Sri Mulyani tidak mendapatkan data itu dari bawahannya.

Mahfud MD mengatakan, kasus itu terkait impor emas batangan.

Baca juga: Poin-poin Penting Penjelasan Mahfud MD soal Dugaan Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com