MENTERI Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas pada Januari 2023, memberikan pernyataan bahwa negara boros karena tidak memanfaatkan ASN bergelar master dan doktor dalam kapasitas mereka dengan kompetensi yang sangat terdidik.
Kebanyakan dari mereka hanya berada di level 'pelaksana", yaitu kasta terendah di birokrasi kantor. Gaji dan tunjangan mereka sama dengan ASN yang berpendidikan S1.
Tentu saja hal ini sudah lama terjadi, bahkan menjadi hal umum. Sehingga tidak aneh, kalau para ASN terdidik itu beralih ke fungsional.
Jumlah doktor di Indonesia sangat sedikit (sekitar 30.000 orang, data 2017) dengan mayoritas adalah dosen. Dengan demikian, ketika ada ASN pelaksana di kantor, seharusnya bisa dimaanfatkan dengan baik.
Baru-baru ini, Kementerian PANRB mengeluarkan Permenpan No 1 tahun 2003 untuk mengakomodasi para ASN Fungsional agar tidak terlalu susah dengan urusan angka kredit.
Mereka tidak perlu lagi membuat hal-hal yang sulit untuk mendapatkan angka kredit. Cukup kinerja yang berkontribusi signifikan untuk kemajuan organisasi sudah bisa dikonversi jadi angka kredit.
Dengan demikian, mereka bisa naik dengan cepat ke kelas selanjutnya, yaitu dari fungsional Muda ke Fungsional Madya, dst.
Bagaimana nasib para doktor ASN pelaksana? Berdasarkan aturan ini, mereka akan dibagi jadi tiga kelas, yaitu: Klerk, operator, dan teknisi.
Hal ini jelas sangat diskriminatif. Orang-orang yang telah menyelesaikan level tertinggi dalam strata pendidikan hanya diberi jabatan dan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh tamatan SMA.
Kementerian PANRB berambisi menjadikan ASN Indonesia sebagai ASN yang smart dan berkelas dunia.
Ironisnya, orang-orang dengan kompetensi tinggi berlomba-lomba beralih ke jabatan fungsional di luar instansinya karena memang tidak ada yang bisa dilakukan dengan pendidikan yang mereka miliki.
Belum ada upaya dari Kementerian PANRB untuk kemudian membuat satu regulasi yang bisa mengakomodasi para ASN dengan predikat sangat terdidik tersebut.
Mengapa tidak dibuatkan regulasi dan jabatan fungsional dengan golongan yang setara ahli, misalnya fungsional ahli. Hal ini sudah diterapkan BRIN.
BRIN hanya mau menerima pindahan dari struktural yang bergelar doktor menjadi peneliti ahli Madya.
Dengan kondisi saat ini, tidak heran wajah dan model birokrasi masih belum berdasarkan manajemen talenta. Para ASN pelaksana tersebut, seperti kata Menteri Azwar Anas, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sederhana.