JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan agar kepala daerah tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi, khususnya melakukan praktik pungutan kepada aparatur sipil negara (ASN).
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat konferensi pers penetapan tersangka Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat bersama istrinya yang juga anggota Komisi III DPR RI, Ary Egahni.
"Kepala daerah sebagai penyelenggara negara sepatutnya menjadi teladan institusi dan pengayom bagi jajaran pegawai di lingkungannya," ujar Johanis di Kantor KPK, Selasa (28/3/2023).
"Bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk melakukan praktik-praktik pungutan liar kepada para ASN untuk kepentingan pribadinya," sambung dia.
Baca juga: Bupati Kapuas Diduga Pakai Uang Hasil Korupsi Untuk Bayar 2 Lembaga Survei Nasional
Sebab itu juga, kata Johanis, KPK terus melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah lewat monitoring centre for prevention (MCP).
Johanis mengatakan, salah satu fokus area pencegahan korupsi ini adalah manajemen ASN yang baik.
"Agar seluruh tata kelola ASN, mulai dari rekrutmen, mutasi, ataupun promosi, terhindar dari praktik-praktik korupsi. Termasuk pungutan oleh kepala daerahnya," ucap Johanis.
Adapun mengenai korupsi Bupati Kapuas, Johanis menjelaskan, Ben Brahim diduga mengantongi hasil korupsi sebesar Rp 8,7 miliar.
Baca juga: Duit Korupsi Bupati Kapuas Diduga Digunakan untuk Loloskan Istrinya Jadi Anggota DPR RI
Uang itu dia dapat dari pos anggaran resmi yang ada di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten Kapuas.
Pasangan suami istri ini meraup uang dengan cara memerintahkan Kepala SKPD menyetor uang dan barang mewah lainnya.
"Tim penyidik masih terus melakukan pendalaman dan penelusuran terkait dugaan adanya permainan lain oleh BBSB dan AE dari berbagai pihak," pungkas Johanis.
Adapun kedua tersangka ini dikenakan pasal 12 huruf f dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: KPK Tahan Bupati Kapuas dan Istrinya Selama 20 Hari
"Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," pungkas Johanis.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Bupati Kapuas bersama istrinya yang juga anggota Komisi III DPR RI dalam dugaan kasus suap.
Selain kasus suap, mereka berdua juga disebut dengan sengaja meminta, menerima dan memotong pembayaran tunjangan kepada Pengawai Negeri Sipil (PNS) dan kas umum.
Tindakan itu dilakukan dengan modus seakan-akan para PNS ataupun kas itu berutang kepada bupati dan anggota DPR RI.
“Seolah-olah memiliki utang pada penyelenggara negara (bupati dan anggota DPR) tersebut, padahal diketahui hal tersebut bukanlah utang,” ujar Ali menjelaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.