JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tegas mengatur konsekuensi bagi peserta pemilu yang berkampanye menggunakan rumah ibadah dan politik uang.
Ketentuan itu diatur dalam Pasal 280 ayat (4) huruf h dan j UU Pemilu.
"Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang ... h) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan ... j) menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu."
Jika dilakukan, tindakan-tindakan itu memuat konsekuensi pidana yang diatur lebih jauh pada Pasal 521 UU Pemilu.
Baca juga: Bawaslu: Politik Uang dan Kampanye di Tempat Ibadah Masuk Pidana Pemilu
Lantas, seberat apa kah hukuman yang menanti pelaku kampanye di rumah ibadah dan politik uang?
Ternyata, hukuman maksimalnya hanya 2 tahun penjara dan denda Rp 24 juta.
"Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah)," bunyi Pasal 521.
Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengkaji dugaan pelanggaran kasus kader PDI-P di Sumenep, Jawa Timur, membagi-bagi amplop berisi uang Rp 300.000 di masjid.
Baca juga: Bagi-bagi Amplop di Masjid, Said Abdullah Bantah Politik Uang: Masa Kampanye Saja Belum
Amplop tersebut berwarna merah dengan logo PDI-P disertai 2 wajah yang salah satunya diketahui merupakan anggota DPR RI Fraksi PDI-P, Said Abdullah.
"Tentu akan ada penelusuran dugaan (pelanggaran) terhadap kejadian tersebut. Kami akan kaji peristiwa di atas jika (terdapat) dugaan pelanggaran," kata Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, kepada Kompas.com pada Senin (27/3/2023).
Bagja mengaku belum bisa bicara lebih jauh terkait dugaan pelanggaran ini karena pihaknya perlu melakukan kajian awal melalui Bawaslu Sumenep yang diminta melakukan penelusuran.
Ia belum bisa menjawab ketika ditanya apakah kasus ini termasuk ke dalam ranah pidana pemilu, seperti pelanggaran kampanye di rumah ibadah atau politik uang.
Sebab, masa kampanye baru akan dimulai secara resmi pada 28 November 2023 mendatang, dan Pasal 280 UU Pemilu yang memuat larangan kampanye di rumah ibadah dan politik uang merupakan aturan untuk masa kampanye.
Baca juga: Bawaslu Waspadai Politik Uang Bermodus Kegiatan Agama Selama Ramadhan
Saat ini belum masa kampanye, kata Bagja, melainkan masa sosialisasi partai politik peserta Pemilu 2024.
Merujuk Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018, peserta pemilu dalam hal ini partai politik hanya boleh melakukan sosialisasi secara internal tanpa mengandung unsur-unsur kampanye, seperti memaparkan visi dan misi, menampilkan citra diri, dan mengajak memilih.