JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, menilai kode serba dua yang disampaikan Ketua DPR RI Puan Maharani pasca bertemu dengan Presiden Joko Widodo memiliki kemungkinan bahwa ia akan maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada 2024.
Ahmad menilai, kode serba dua yang disampaikan Puan Maharani itu mengindikasikan bahwa manuver politik Puan belum selesai.
"Artinya, masih ada ruang potensi dan kemungkinan bagi majunya Puan Maharani di posisi nomor 2, dengan skema Cawapres," kata Ahmad kepada Kompas.com, Sabtu (25/3/2023).
Baca juga: Kala Presiden Jokowi Bertemu Puan Maharani Setelah Megawati, Bicara soal Pemilu 2024
Ahmad menilai, dijadikannya Puan Maharani sebagai cawapres rasanya cukup masuk akal.
Sebab, partai berlambang banteng itu perlu memikirkan keberlangsungan kepemimpinan politik Megawati Soekarnoputri.
Diakui atau tidak, Presiden pertama RI, Soekarno, yang merupakan ayah Megawati masih memiliki akar dan kekuatan politik untuk mengokohkan soliditas basis pemilih loyal PDIP.
Terlebih, menguatkan posisi Puan sebagi calon pemimpin masa depan, sama halnya dengan menutup peluang kudeta kepemimpinan di internal PDIP, yang sudah diincar oligarki kekuasaan saat ini.
"Selain itu, Puan sendiri juga telah ditunjuk sebagai garda terdepan komunikator politik PDIP untuk membuka ruang negosiasi dengan partai-partai politik calon mitra koalisi," ucap Ahmad.
Baca juga: Puan dan Jokowi Bertemu, Sekjen PDI-P: Pastikan Pemilu 2024 Terlaksana Tepat Waktu
Namun, kata Ahmad, ada yang perlu dipikirkan lebih lanjut setelah Puan ditunjuk menjadi cawapres, yakni menguatkan skema koalisi pencawapresan Puan.
Menurut Ahmad, sejauh ini, potensi pencawapresan Puan bisa melalui dua skema besar.
Pertama, mengawinkan dua kader PDIP, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama Puan Maharani. Hal ini menjadi mungkin lantaran PDIP menjadi satu-satunya partai yang memiliki "golden ticket", bisa mengusung capres-cawapres tanpa berkoalisi.
Mengawinkan kader internal partai, sudah dicontohkan sebelumnya pada Pilpres tahun 3019.
"Langkah itu yang diambil oleh Gerindra pada Pilpres 2019 lalu, yang mengusung Prabowo-Sandi yang mana keduanya juga berasal dari internal Gerindra itu sendiri, sehingga insentif elektoral untuk Gerindra terbukti kuat dan terkonsolidasi pada Pemilu 2019 lalu," tutur dia.
Baca juga: Bertemu Jokowi, Puan Bahas Legislasi hingga Kerja Sama Politik PDI-P
Kedua, pencawapresan Puan bisa melalui skema koalisi dengan partai lain.
Dalam konteks ini lanjut Ahmad, partai yang paling memungkinkan adalah partai Gerindra sehingga skema capres-cawapres Prabowo-Puan bisa diwujudkan.