Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SAPA PEMIMPIN

Masinton Pasaribu: DPR Bukan “Macan Ompong”, melainkan Penyalur Aspirasi Rakyat

Kompas.com - 13/03/2023, 18:38 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Hotria Mariana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Masinton Pasaribu mengatakan, DPR sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat kerap dianggap sebagai “macan ompong” atau pelengkap lembaga eksekutif, yakni presiden yang merepresentasikan pemerintah.

Anggapan tersebut, kata Masinton, kerap muncul lantaran tidak semua aspirasi masyarakat dapat diwujudkan sehingga terkesan diabaikan. Padahal, eksekusi atas aspirasi tersebut merupakan kewenangan lembaga eksekutif, bukan legislatif.

"Kendala yang sering kali dihadapi DPR adalah ketika kami menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah supaya dieksekusi, terdapat sejumlah pertimbangan dari pemerintah. Sebagian (aspirasi) bisa direalisasikan, tetapi ada pula yang tidak tereksekusi dengan berbagai pertimbangan," ujar Masinton kepada Kompas.com saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (1/3/2023).

Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu, seluruh fungsi-fungsi kenegaraan dapat berjalan baik apabila lembaga legislatif menjalankan perannya sebagai penyambung aspirasi rakyat dan pemerintah sebagai lembaga eksekutif mewujudkan aspirasi tersebut.

Baca juga: Hadiri Konsolidasi Akbar PDIP se-Malang Raya, Said Abdullah Ajak Kader Banteng Menangkan Pemilu 2024

"Jadi, DPR jangan dibilang macan ompong atau cuma tukang stempel pemerintah. Terkadang, DPR (masih dianggap) begitu. Padahal, DPR di era Reformasi saat ini berperan krusial dalam kenegaraan ketimbang DPR pada era Orde Baru (Orba)," ungkap legistlator dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta II (Jaksel, Jakpus, dan luar negeri) itu.

Beda dulu dan sekarang

Masinton pun mengisahkan ketika dirinya berkecimpung sebagai aktivis mahasiswa yang konsisten menyoroti kinerja DPR era Orba. Salah satu hal yang mereka kritisi saat itu adalah fungsi DPR yang terkesan hanya sebagai "tukang stempel". DPR pada masa tersebut juga memiliki kewenangan terbatas.

Keterbatasan tersebut, kata Masinton, tak terlepas dari kekuasaan rezim Orba yang mengooptasi seluruh lini, termasuk partai politik (parpol) yang menduduki kursi legislatif.

"DPR dulu ada fraksi tanpa melalui pemilihan umum (pemilu), yakni fraksi ABRI. Berikutnya, tiga fraksi dari parpol Golongan Karya (Golkar), PDI, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)," terang Masinton.

Baca juga: DPR Tunggu Surpres untuk Bahas RUU Perampasan Aset, Mahfud: Oke, Kita Ajukan Secepatnya

Ketiga partai tersebut, lanjutnya, memang lolos pemilu. Namun, pemilu yang dijalankan waktu itu tidak berlandaskan prinsip jujur dan adil (jurdil) seperti saat ini.

Lantaran kekuasaan yang mencengkeram kuat atas seluruh parpol, maka anggota DPR di era Orba sulit untuk (lantang) berbicara menyampaikan aspirasi rakyat.

"Alhasil, DPR kala itu hanya jadi (juru) stempel saja. Berbeda sikap atau mengkritisi pemerintah adalah hal tabu," jelasnya.

Setelah Reformasi, lanjut Masinton, fungsi dan peran DPR kembali berjalan sebagaimana mestinya, yakni sebagai kontrol terhadap kebijakan dan program pemerintah.

Baca juga: Anggota Komisi XI DPR Minta Dirjen Pajak Disiplinkan Para Pegawainya

Setiap kebijakan strategis dan keputusan politik tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh presiden atau pemerintah, tapi juga harus melalui persetujuan DPR. Hal ini termasuk pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Hakim Agung.

"Kalau dulu kan, pemerintah ya pemerintah saja (bertindak atau memutuskan) sendiri. Kalau sekarang, harus ada persetujuan DPR," paparnya.

Hal itu, kata Masinton, salah satu wujud perubahan fungsi dan peran DPR dari era Orba ke Reformasi.

Dalam hal ini, DPR diberi sejumlah kewenangan sebagai bentuk pengejawantahan kedaulatan rakyat dalam melaksanakan fungsi-fungsi politik negara, yakni pengawasan, persetujuan, serta pembuatan undang-undang (UU), dan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca juga: Curhat Kepala Otorita IKN ke Komisi XI DPR: Kami Anggaran Sudah Punya tapi DIPA Belum

“Negara monarki modern juga memiliki parlemen sebagai representasi kedaulatan rakyat. Perwujudan dari kedaulatan rakyat secara formal terletak di pundak DPR,” tuturnya.

Oleh sebab itu, menurut Masinton, DPR harus mampu mengartikulasikan kedaulatan rakyat dan aspirasinya.

"Saya melihat ada beberapa kemajuan dalam pengelolaan di parlemen modern yang semakin terbuka. Meski begitu, memang bertahap dan tidak bisa sekaligus," kata Masinton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com