Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Rafael Alun Trisambodo Bukan yang Pertama, Kemenkeu Diminta Proaktif Analisis Transaksi Tak Wajar Pegawai

Kompas.com - 08/03/2023, 16:21 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, kasus kepemilikan harta yang tak wajar seperti kasus mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo bukan kali pertama terjadi.

Oleh karenanya, Kemenkeu dinilai harus lebih proaktif dalam mengantisipasi kejadian tersebut agar tidak terulang kembali.

Sebab, selain kasus Rafael, kasus serupa pernah juga dilakukan oleh mantan pejabat Ditjen Pajak Gayus Tambunan dan Angin Prayitno.

“Kemenkeu seharusnya mempunyai perhatian tinggi mengenai hal ini. Kepemilikan harta tidak wajar bukan kali pertama menyeret pejabat Kemenkeu,” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (8/3/2023).

Baca juga: Mahfud Sebut Laporkan 69 Pegawai Kemenkeu ke Sri Mulyani, Diduga Lakukan Pencucian Uang

Kurnia mengatakan, pada tahun 2010, ada pegawai Ditjen Pajak eselon golongan III A Gayus Tambunan yang terseret kasus mafia pajak.

Di kasus itu, kepolisian menyita dana gelap Gayus di luar aset tanah dan mobil yang mencapai Rp 100 miliar.

Selain itu, muncul juga skandal yang melibatkan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyita Rp 57 miliar harta Angin dalam kasus suap dan pencucian uang.

Padahal, dalam LHKPN yang terakhir dilaporkan Angin Prayitno pada 28 Februari 2020, kekayaannya tercatat Rp 18,62 miliar.

Baca juga: Hasil Investigasi Kemenkeu: Rafael Alun Trisambodo Terbukti Sembunyikan Harta dan Tidak Patuh Pajak

ICW berpandangan sistem pencegahan dan pengawasan internal tidak cukup hanya dengan menyusun regulasi, membentuk unit pengendali internal, mewajibkan lapor LHKPN atau LHK, dan membuka saluran pengaduan penting dipastikan berjalan.

Kemenkeu dan kementerian/lembaga negara lainnya juga harus proaktif secara serius menganalisis LHKPN dan transaksi tak wajar serta memastikan pengawasan internal berjalan efektif.

“Tidak adanya langkah korektif dan penindakan, atau setidaknya klarifikasi terhadap RAT atas kepemilikan harta tak wajar dan transaksi mencurigakan, menunjukkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan Kemenkeu selama ini lambat dan belum efektif,” ujar Kurnia.

Namun, menurut ICW, jika tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap seluruh pegawai Kemenkeu, perlu menentukan fokus pejabat tertentu yang perlu dijadikan prioritas pengawasan.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Ada Pergerakan Uang Mencurigakan di Kemenkeu Senilai Rp 300 Triliun

Lebih lanjut, Kurnia mengungkapkan, pengawasan prioritas dapat juga dilakukan terhadap pegawai yang memiliki harta di atas nominal tertentu, misalnya Rp 5 miliar atau Rp 10 miliar dan disertai adanya kenaikan signifikan setiap tahunnya.

Kemudian, kepemilikan harta dengan peningkatan signifikan atau tidak wajar jika dibandingkan dengan gaji dan tunjangan yang diperoleh.

Halaman:


Terkini Lainnya

Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik Supaya 'Survive'

PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik Supaya "Survive"

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Nasional
PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

Nasional
Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Nasional
Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com