Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Ketentuan Imbalan bagi Pelapor Kasus Korupsi Masih Berlaku

Kompas.com - 07/03/2023, 17:14 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ketentuan mengenai pemberian premi atau imbalan berupa uang bagi masyarakat yang melaporkan dugaan korupsi masih berlaku.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, ketentuan tersebut berlaku bagi orang yang melaporkan kasus korupsi kerugian negara.

“Kalau bicara premi tadi adalah terkait dengan kerugian keuangan negara, peraturan pemerintahnya masih berlaku,” kata Ali saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Selasa (7/3/2023).

Ali mengatakan, terdapat 30 perbuatan yang masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Dari 30 tersebut kemudian diklasifikasikan lebih lanjut menjadi tujuh.

Baca juga: Wakil Ketua KPK soal Pejabat Sembunyikan Kekayaan: Kita Tunggu Informasi dari Netizen

Salah satu di antaranya adalah korupsi yang berhubungan dengan kerugian negara. Korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Ali mengatakan, suap, pemerasan, gratifikasi, hingga menghalangi penyidikan dan penuntutan masuk dalam korupsi. Tetapi, perbuatan tersebut tidak berhubungan dengan kerugian negara.

“Selebihnya, 28 tipologi lainnya tidak berkaitan kerugian keuangan negara,” ujar Ali.

Ia mengungkapkan, ketika seseorang melaporkan dugaan korupsi terkait kerugian negara dan perkara itu terbukti benar di pengadilan hingga inkracht (berkekuatan hukum tetap), maka pelapor berhak mendapatkan premi.

“Dia berhak untuk mendapatkan premi tersebut, itu berkaitan kerugian keuangan negara,” kata Ali.

Baca juga: KPK: Perlu Penyempurnaan Regulasi Pengaturan Sanksi bagi Pejabat Negara yang Tak Patuh LHKPN

Adapun ketentuan mengenai premi ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 Tahun 2018 Tentang Tata Cara pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 17 Ayat 1 PP tersebut menyatakan bahwa pelapor mendapatkan premi 2 persen (dua permil) dari jumlah kerugian kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.

“Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200.000.0000,” sebagaimana dikutip dari Ayat (2) Pasal tersebut.

Sebelumnya, KPK meminta bantuan publik agar mengulik harta kekayaan pejabat negara yang tidak wajar dan menjadikannya viral di media sosial.

Baca juga: KPK Sebut Perkara Rafael Masuk Tahap Penyelidikan

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, tindakan itu perlu dilakukan agar banyak pihak bergerak dan pejabat menjadi takut untuk berbuat macam-macam.

"Coba teman-teman wartawan dan netizen, kalau itu bisa melacak aset para pejabat penyelenggara negara, kemudian viralkan. Sehingga apa? Banyak yang gerak. Itu kan juga salah satu dorongan supaya pejabat tidak bertindak macam-macam. Kan begitu. Itu sebetulnya dorongnya ke sana," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada awak media, Selasa (28/2/2023).

Halaman:


Terkini Lainnya

Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Nasional
Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Nasional
DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

Nasional
Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com