JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Presiden Joko Widodo dan Komisi Yudisial (KY) turun tangan terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memenangkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait proses verifikasi partai politik Pemilu 2024.
PN Jakpus menghukum KPU "tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu" dan "melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari", yang berpotensi berimbas pada penundaan pemilu.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebutkan bahwa Jokowi harus turun tangan karena ada perbedaan sikap yang disampaikan pemerintah.
Misalnya, saat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa ada permainan di balik putusan PN Jakpus tersebut.
Baca juga: Soal Putusan PN Jakpus, Prabowo Subianto: Saya Kira Tidak Masuk Akal
“Bahwa Pak Mahfud mengatakan ada permainan di balik putusan ini. Namun kemarin kita mendengar Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ade Irfan Pulungan mengatakan hormati putusan pengadilan,” kata Kurnia dalam diskusi yang digelar ICW secara daring, Minggu (5/3/2023).
“Ini yang harus ditengahi permasalahannya. Karena ada dua perbedaan pendapat yang sangat jelas sehingga presiden pun harus turun tangan,” ujar Kurnia lagi.
Turun tangan yang dimaksud Kurnia bukan berarti mengintervensi proses hukum, tetapi mendukung upaya yang sedang dilakukan oleh KPU, yakni banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Kurnia melanjutkan, KY juga harus melakukan penindakan dan pencegahan agar putusan PN Jakpus tidak terulang.
Baca juga: Putusan PN Jakpus Diduga Bagian dari Skenario Sekelompok Orang untuk Tunda Pemilu 2024
“Pertama adalah konteks penindakan untuk memanggil meminta klarifikasi dari tiga orang hakim yang memutus gugatan perdata Partai Prima,” ujar Kurnia.
Sementara dalam konteks pencegahan, lanjut Kurnia, KY memiliki kewenangan eksaminasi apabila putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap.
“KY punya kewenangan untuk melakukan eksaminasi putusan. Jadi putusan harus dieksaminasi dan diserahkan ke Mahkamah Agung (MA) agar ke depan tidak ada lagi putusan-putusan absurd seperti yang diputus oleh PN Jakpus,” kata Kurnia.
Diberitakan sebelumnya, PN Jakpus memenangkan gugatan pertama Partai Prima terhadap KPU, Kamis (2/3/2023).
Baca juga: Perludem Sebut 2 Kesalahan Fatal yang Dikeluarkan PN Jakpus untuk Tunda Pemilu
Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda pemilu.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.
Partai Prima sebelumnya melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Dalam tahapan verifikasi administrasi, Partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.
Namun, Partai Prima merasa telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.
Sebelumnya, perkara serupa juga sempat dilaporkan Partai Prima ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Namun, Bawaslu RI lewat putusannya menyatakan KPU RI tidak secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan pelanggaran administrasi dalam tahapan verifikasi administrasi Prima.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.