JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga adanya keterlibatan aparat baik dari TNI maupun Polri dalam peristiwa kerusuhan di Wamena, Papua Tengah, yang menewaskan 12 warga.
Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan, hal tersebut baru bersifat dugaan karena proses investigasi kasus tersebut masih berjalan.
"Ada dugaan aparat terlibat di situ, kalau saya belum berani mengungkapkan secara detail karena masih diinvestigasi," ujar Hari saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jumat (3/3/2023).
Dari hasil investigasi Komnas HAM, temuan sementara juga tidak ditemukan indikasi isu penculikan anak sebagai pemicu kerusuhan.
Baca juga: Komnas HAM Kesulitan Investigasi Kerusuhan Wamena karena Internet Mati
Komnas HAM justru melihat ada tindakan kelompok dari aparat TNI Polri yang menggunakan kekerasan.
"Kalau dari investigasi Komnas HAM di lapangan terkait penculikan anaknya belum ditemukan indikasi ke sana. Cuma, kalau memang tindakan kelompok dari aparat TNI Polri memang ada kekerasan di situ. Kesimpulan awal ya, tapi kita masih perlu pendalaman karena tadi teman-teman masih di kerja Wamena," kata Hari.
Temuan awal ini sedikit membantah kronologi yang dikeluarkan oleh Kapolda Papua Irjen Marhius D. Fakhiri yang menyebut kerusuhan muncul karena isu penculikan anak.
Isu tersebut juga membuat 13 rumah toko (ruko) dan 2 rumah warga dibakar massa.
“Kericuhan di Wamena dipicu hoaks atau isu yang tidak benar tentang penculikan anak di bawah umur," kata Fakhiri di Mimika, Papua Tengah, Jumat (24/2/2023).
Baca juga: Selidiki Kerusuhan di Wamena yang Tewaskan 12 Orang, TNI Bentuk Tim Investigasi
"Hal inilah yang direspons Polres Jayawijaya untuk menghentikan aksi main hakim sendiri sesuai instruksi saya untuk menindaklanjuti isu yang tidak benar yang beredar di tengah masyarakat. Akan tetapi situasi yang terjadi malah berbalik," ujarnya lagi.
Menurut Fakhiri, pada awalnya polisi hanya ingin menghentikan upaya main hakim sendiri oleh sejumlah warga yang menuduh dua pedagang sebagai pelaku penculikan anak.
Namun, ada sekelompok massa yang tiba-tiba datang dan membuat situasi tidak terkendali sehingga aparat keamanan terpaksa melakukan tindakan tegas.
Menurut Fakhiri, aparat di lapangan kewalahan menghadapi massa yang beringas dan tidak terkendali serta bersikap anarkistis.
Hingga akhirnya kerusuhan pecah dan membuat 12 warga tewas. Lalu, korban luka dari aparat keamanan 18 orang dan warga sebanyak 32 orang.
Baca juga: Soal Kerusuhan di Wamena, Mahfud: Tak Ada Hubungannya dengan Separatisme, Murni Hoaks
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.