JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, jika kesulitan dalam menelaah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang mencurigakan.
Yenti menyampaikan hal itu terkait kasus transaksi mencurigakan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebelumnya disebut sudah melaporkan transaksi janggal Rafael ke KPK sejak 2012.
Bahkan di dalam LHKPN disebutkan Rafael yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Umum dengan golongan eselon III mempunyai harta mencapai Rp 56,1 miliar.
"KPK kalau enggak sanggup konfirmasi ya minta bantuan atau limpahkan ke polisi. Bareskrim. Kan bisa. Kalau sudah menemukan kejanggalan seperti itu gerakan harus cepat. Apalagi ini berkaitan dengan dugaan kejahatan keuangan ya. Penegakan hukum enggak kenal Sabtu-Minggu," kata Yenti saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (26/2/2023).
Menurut Yenti, kerja sama antara KPK dan Bareskrim Polri bisa ditingkatkan guna menangani kasus-kasus semacam ini. Apalagi laporan kejanggalan transaksi Rafael sudah terdeteksi dari 11 tahun lalu tetapi tidak ditindaklanjuti oleh KPK.
Kejanggalan itu justru terkuak setelah anak Rafael, Mario Dandy Satrio, terlibat kasus penganiayaan terhadap David Latumahina, anak dari seorang pengurus GP Ansor, Jonathan Latumahina.
"Kan kita punya 3 lembaga pemberantasan korupsi. KPK, Polri, Kejaksaan. Kasih kesempatan kepada polisi. Kita menagih janji ke Kapolri, bisa enggak nih profesional, benar enggak kerjanya, kalau KPK memang ogah (menyelidiki)," ucap Yenti.
Baca juga: KPK Tepis Kabar 13.885 Pejabat Kemenkeu Tidak Lapor LHKPN
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanana (Menkopolhukam) Mahfud MD, memaparkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah melaporkan transaksi janggal Rafael ke KPK sejak 2012.
"Laporan kekayaan yang bersangkutan sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012, tentang transaksi keuangannya yang agak aneh, tetapi oleh KPK belum ditindaklanjuti," ungkap Mahfud kepada wartawan di kawasan Slipi, Jakarta, Jumat (24/2/2023).
Mahfud pun berharap agar laporan PPATK itu dapat ditindaklanjuti KPK. Sehingga, asal usul kekayaan Rafael sebesar Rp 56,1 miliar dapat diaudit.
Baca juga: Pimpinan KPK Perintahkan Direktur LHKPN Terjun Periksa Rafael: Jika Perlu Datangi
Atas hal tersebut, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan bahkan menyebut kekayaan yang dimiliki Rafael "tidak nyambung" dengan profil jabatannya yang notabene merupakan seorang Kabag Umum di Kanwil Ditjen Pajak.
Secara terpisah, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, lembaganya sudah sejak lama curiga dengan transaksi di rekening yang dimiliki Rafael. Bahkan, PPATK menduga Rafael memiliki perantara sendiri.
“Signifikan tidak sesuai profile yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Ivan saat dihubungi awak media, Jumat (24/2/2023).
Baca juga: PPATK Benarkan Kirim Laporan Transaksi Ganjil Pejabat Pajak Rafael Alun ke KPK
Perantara itu, sebut dia, menjadi perpanjangan tangan Rafael untuk bertransaksi.