Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Caleg PDI-P Bantah Proporsional Terbuka Utamakan Uang, Singgung Kemenangan Johan Budi

Kompas.com - 23/02/2023, 20:43 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks calon legislatif PDI-P, M Sholeh, dipanggil Mahkamah Konstitusi sebagai pihak terkait dalam sidang lanjutan gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 terkait pasal sistem pileg proporsional terbuka, Kamis (23/2/2023).

Sebagai informasi, Sholeh juga merupakan pihak yang berandil besar dalam penerapan sistem pileg proporsional terbuka murni sejak Pemilu 2009.

Pada 2008, ia mengajukan perkara nomor 22/PUU-VI/2008 ke MK yang pada intinya meminta agar kemenangan caleg ditentukan berdasarkan raihan suara, bukan wewenang partai politik atau nomor urut semata, dan gugatan itu dimenangkan MK.

Baca juga: Kisah Eks Caleg PDI-P, Menang Gugatan Sistem Proporsional Terbuka tapi Didepak Partai

Dalam sidang lanjutan hari ini, Sholeh membantah argumen pemohon yang menilai bahwa sistem proporsional terbuka memicu masifnya politik uang dan kekuatan kapital menjadi penentu utama kemenangan caleg.

"Caleg PDI-P yang namanya Johan Budi, mantan komisioner KPK, uang dari mana dia? Nyatanya dia bisa terpilih mengalahkan incumbent, Budiman Sudjatmiko," ungkap Sholeh di hadapan sidang.

"Incumbent saja bisa kalah di dapilnya dengan caleg yang mau turun ke masyarakat dan punya modal sosial tinggi," tambahnya.

Baca juga: Sekjen PDI-P Nilai Sistem Proporsional Terbuka Sarat Kepentingan Elektoral, Singgung Banyaknya Korupsi

Pernyataan Sholeh merujuk pada hasil Pileg 2019 di dapil Jawa Timur VII. Di sana, Johan lolos ke Senayan berbekal 76.395 suara. Sementara itu, Budiman terpental karena hanya meraih 48.806 suara.

"Para pemohon menurut kami sangat menyederhanakan sistem proporsional terbuka yang menyebabkan biaya politik tinggi. Fakta menunjukkan, banyak caleg tidak bermodal besar tapi bisa berhasil lolos ke parlemen, misalnya caleg PDI-P," ungkap dia.

Sholeh juga mengaku tak melihat adanya permasalahan dari sistem pileg proporsional terbuka yang menyebabkan caleg dalam satu partai bertarung memperebutkan suara dari dapil yang sama.

Baca juga: Caleg Sistem Proporsional Tertutup Rentan Ditentukan Faktor Nepotisme dan Suap

Hal ini dianggap lebih baik ketimbang sistem pileg proporsional tertutup yang, menurutnya, hanya membuat 1-2 caleg bernomor urut kecil yang turun ke masyarakat menyerap aspirasi untuk meraup suara.

Caleg-caleg bernomor urut besar disebut merasa tak perlu untuk turun ke masyarakat karena, toh, peluang menang mereka tipis sebab keterpilihan mereka ditentukan berdasarkan nomor urut.

"Perang terbuka menurut Pihak Terkait adalah sesuatu yang baik. Justru karena mereka perang, maka mereka berlomba-lomba mendekatkan diri kepada masyarakat. Dengan sistem tertutup, tidak ada pertarungan antarcaleg," kata dia.


Sebagai informasi, gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 atas pasal sistem pileg proporsional terbuka dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.

Di Senayan, sejauh ini, 8 dari 9 partai politik parlemen menyatakan secara terbuka penolakannya terhadap kembalinya sistem pileg proporsional tertutup.

Hanya PDI-P partai politik parlemen yang secara terbuka menyatakan dukungannya untuk kembali ke sistem tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com