JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengungkapkan alasan pihaknya ingin melakukan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satunya karena DPR ingin penegakan hukum benar-benar dilaksanakan oleh MK.
Mulanya, Pacul menyinggung soal tugas MK dalam mengawal Konstitusi.
"Bagaimana menerjemahkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 clear. Karena sesungguhnya tugas terutama dan paling utama bagi MK adalah menyandingkan UU dengan UUD 1945," kata Pacul ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Baca juga: Rapat dengan Mahfud, Komisi III Usul UU MK Direvisi Lagi
Pacul kemudian merasa tugas MK tersebut belum dilakukan.
Sebaliknya, klaim dia, MK malah kerap membatalkan UU yang dibuat DPR.
Ia lantas menyebut ada kasus hakim MK yang dinilai tidak melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, revisi UU MK diperlukan, salah satunya untuk membicarakan komposisi hakim-hakim MK.
"Mengevaluasi hakim-hakim yang tidak menjalankan tugasnya. Nah tugas-tugasnya peraturan MK sekarang kita baca semua, supaya kita clear di dalam membuat UU tidak di-judicial review, malu, DPR malu, kalau UU di-judicial review kemudian dibatalkan," ungkapnya.
Baca juga: MK Nyatakan Pemberhentian Hakim di Luar UU MK Inkonstitusional, Bagaimana Aturannya?
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI-P ini menyebutkan beberapa UU yang sudah dibuat DPR, tetapi dibatalkan MK. Salah satunya adalah UU Cipta Kerja atau Ciptaker.
"UU Ciptaker, masa dibatalkan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundangan, jangan begitu dong solusinya," nilai Pacul.
Sebagai informasi, Komisi III menggelar rapat kerja bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terkait usulan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Rapat digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu. Rapat dipimpin langsung oleh Bambang Pacul.
Baca juga: Respons Pemberhentian Hakim Aswanto oleh DPR, UU MK Digugat
Paparan atau usulan diwakili oleh Anggota Komisi III Habiburokhman. Dalam rapat tersebut, Habiburokhman mengungkapkan alasan UU MK perlu direvisi untuk keempat kalinya.
"RUU ini merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, perubahan undang-undang ini dilatarbelakangi karena terdapat beberapa ketentuan yang dibatalkan Putusan MK Nomor 96/PUU-XVII/2020 dan Putusan MK Nomor 56/PUU-XX/2022," kata Habiburokhman membacakan pertimbangan.
Habiburokhman mengatakan, UU MK yang kali terakhir direvisi pada 2020 itu sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kehidupan ketatanegaraan.
"Menyesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan," kata Habiburokhman.
Dalam pertimbangan Komisi III, Habiburokhman beberapa pokok materi soal revisi UU MK tersebut, salah satunya persyaratan batas usia minimal hakim konstitusi.
Kemudian, soal evaluasi hakim konstitusi dan unsur keanggotaan majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi.
"Penghapusan ketentuan peralihan mengenai masa jabatan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi," ujar Habiburokhman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.