JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto kemarin di DPP Partai Golkar, Slipi. Keduanya sepakat membuka opsi untuk melakukan kerja sama politik ke depannya.
Pertemuan kedua tokoh itu terjadi di tengah isu politik yang menghangat.
Sejumlah isu yang mengemuka kemarin. Pertama, perombakan (reshuffle) kabinet yang mengancam posisi Nasdem dari kabinet, yang akhirnya urung terjadi.
Kedua, deklarasi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang "hampir" pasti mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden dalam naungan Koalisi Perubahan, di mana Nasdem berada di dalamnya.
Baca juga: Pertemuan Surya Paloh dan Airlangga, Strategi Amankan Koalisi Perubahan
Pertanyaan pun mengemuka soal maksud di balik pertemuan Paloh dan Airlangga kemarin? Apa pesan yang tersirat di balik pertemuan itu?
Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi menilai ada beberapa pesan yang ingin disampaikan Paloh saat menemui Airlangga.
Pertama, mengirim pesan pada Presiden Joko Widodo bahwa Nasdem tak hanya bergantung pada Koalisi Perubahan yang tengah dijajaki bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat.
Selain itu, Surya juga ingin menunjukkan bahwa Anies Baswedan bukan antitesa Jokowi.
Baca juga: Kode Jokowi soal Rabu Pon dan Reshuffle Kabinet yang Urung Terjadi
“Dengan merangkul Golkar, image Nasdem yang mendukung Anies sebagai antitesis Jokowi jadi terbantahkan,” sebut Ari pada Kompas.com, Kamis (2/2/2023).
Kedua, Nasdem ingin menyampaikan pada PKS, dan Demokrat tentang kekuatan politiknya yang mumpuni.
“Secara positioning politik, mengajak Golkar lebih nyaman daripada berkoalisi dengan PKS apalagi dengan Demokrat yang ‘banyak maunya’,” ucap dia.
Terakhir, Nasdem sangat mungkin tengah berupaya menjajaki langkah untuk mencari pendamping Anies sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Ada dua figur yang bisa dipertimbangkan Nasdem, Airlangga, atau Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
“Nasdem ingin mencari alternatif pasangan Anies, misal, dengan Airlangga Hartarto,” tuturnya.
“Khusus Ridwan Kamil sepertinya sangat kecil peluangnya mengingat Emil tidak akan diberi previlage dari Golkar sebagai cawapres. Apalagi relasi Nasdem dengan Emil juga tidak berjalan baik,” pungkasnya.