Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bivitri Ungkap Otoritarianisme Berbungkus Hukum, Legal tapi Bisa Berbahaya

Kompas.com - 01/02/2023, 16:26 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti mengungkapkan, terdapat gejala keberadaan undang-undang yang seolah memecahkan akar masalah tetapi justru melegalkan praktik korup dan tidak demokratis.

Bivitri mengatakan, persoalan tersebut ia tuangkan dalam artikel bertema autocratic legalism yang terbit di Harian Kompas dengan judul "Otoritarianisme Berbungkus Hukum".

Hal ini disampaikan Bivitri saat menyoroti indikator world justice project-rule of law, salah satu indikator dalam mengukur indeks persepsi korupsi (IKP) atau corruption perceptions index (CPI) suatu negara.

Indikator ini menyoroti pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, polisi, dan militer menggunakan jabatan untuk keuntungan pribadi.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 Merosot 4 Poin Jadi 34

“Jadi segala sesuatu yang diberi landasan hukum itu seakan-akan punya legitimasi. Jadi berangkatnya dari legalisme,” kata Bivitri dalam konferensi pers Peluncuran CPI di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).

Sebagai informasi, CPI mengukur persepsi korupsi di sektor publik.

CPI dirilis oleh Transparency International (TI) dengan mengurutkan 180 negara tingkat korupsi di dunia. Negara dengan skor 0 berarti sangat rawan korupsi sementara 100 bebas korupsi.

Menurut Bivitri, saat ini terdapat orang-orang yang sadar atau memahami hukum dan mengetahui celahnya untuk kepentingan pribadi.

Baca juga: Skor Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, Demokrasi Indonesia dalam Masalah Serius

Dalam persoalan autocratic legalism ini, ia menyoroti bagaimana pembatasan kekuasaan yang justru dipangkas habis.

“Sehingga disebut autocratic, itu lawan dari demokratik,” ujarnya.

Bivitri mengatakan, setidaknya terdapat empat pengawasan yang digembosi yakni, pelemahan DPR dan pelemahan masyarakat sipil.

Kemudian, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Revisi Undang-Undang KPK Tahun 2019 dan serangan terhadap independensi kekuasaan kehakiman.

Baca juga: 2022, Indonesia Semakin Dekat ke Otoritarianisme Digital

Menurut Bivitri, penyerangan kekuasaan kehakiman terjadi pada akhir tahun 2022, saat seorang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dicopot karena keputusannya dianggap tidak menyenangkan para pembuat undang-undang.

“Empat hal yang dibunuh, empat cara untuk mengawasi kecenderungan kekuasaan yang berlebih-lebihan,” kata Bivitri.

“Repotnya adalah semuanya dilakukan atas nama hukum dalam bentuk produk hukum, sehingga seakan akan baik-baik saja,” ujarnya melanjutkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup, Kaesang: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup, Kaesang: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com