“Sakit dan mendadak pingsan karena gangguan roh jahat bisa karena orang halus atau hantu.”
DALAM Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesambet diartikan dalam selarik kalimat di atas.
Dulu saat saya masih bocah dan mukim di Malang, Jawa Timur, paruh 1970-an, kerap melihat tetangga berceloteh tidak karuan. Meracau menyebut dirinya keturunan Nyi Roro Kidul.
Tetangga yang waras dan tidak “kesambet", menjuluki tetangga lain yang bicaranya ngaco dan tidak karuan dengan istilah kesambet.
Jagat perbincangan terkiwari, istilah “kesambet” menjadi populer kembali usai budayawan Emha Ainun Najib mengaku dirinya kesambet usai menyamakan Presiden Joko Widodo dengan sosok Firaun.
Di video ceramahnya yang kini menjadi viral, Cak Nun demikian nama panggilan Emha Ainun Najib menarasikan bahwa hasil Pemilu mencerminkan tingkat kedewasaan dan tidak rakyatnya. Bahkan dari algoritma Pemilu 2024, yang tidak mungkin menang bisa menang sekarang ini (Detik.com, 18 Januari 2023).
Selanjutnya Cak Nun menukilkan Indonesia dikuasai oleh Firaun yang namanya Jokowi, oleh Qorun yang namanya Anthony Salim dan 10 naga serta Haman yang namanya Luhut Binsar Panjaitan.
Seluruh sistem dan instrumen politik di Indonesia telah dipegang dengan sempurna oleh Firaun, Haman dan Qorun. Dari uangnya, sistemnya hingga otoritasnya.
Mengingat sosok Cak Nun begitu disanjung dan dihormati di berbagai kalangan baik karena ceramahnya yang menggugah kesadaran untuk berbangsa, bernegara dan berkeyakinan yang Esa, maka tak pelak pernyataan Cak Nun tersebut begitu mengagetkan. Ada apa dengan KIai Mbeling itu?
Saya yang begitu terpesona dengan tulisan-tulisan lama Emha seperti “Kiai Sudrun Gugat” atau “Sinau Bareng Markesot” menduga Cak Nun tengah “kongslet” ketika memberikan analisanya tentang situasi negerinya terkini.
Seperti arti “kesambet” menurut KBBI, saya mengira Cak Nun tengah sakit dan (tidak) mendadak pingsan. Cak Nun tengah dirasuki roh halus yang menjungkirbalikan akal logika sehatnya. Wallahu a’lam.
Mengaku kesambet, Cak Nun telah meminta maaf kepada semua pihak yang dirugikan ucapannya tanpa menyebut orang-orang yang telah dianggapnya Firaun, Haman, dan Qorun.
Ibarat angin yang sudah berhembus dan dirasakan sejuk hingga semilirnya oleh semua mahluk hidup, ucapan Cak Nun langsung berbuah kekecewaan dari beragam kalangan, entah pendukung berat Jokowi yang dikenal sebagai garis keras atau kelompok tengah yang tidak beafiliasi ke calon presiden manapun.
Semua menyesalkan “kedunguan” Cak Nun yang selama ini dianggap memiliki makrifat, punya pengetahuan yang luas dan tidak “cupet” seperti saya dan kebanyakan orang lain.
Seperti kita ketahui, Firaun yang disamakan Cak Nun dengan sosok Jokowi adalah bentuk degradasi dan penghinaan yang luar biasa.