JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Penasihat Hukum terdakwa Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang menilai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) tidak menguraikan secara lengkap motif perkara pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Menurut Rasamala, surat tuntutan terhadap mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu tidak mempertimbangkan fakta dan keterangan dalam persidangan.
Misalnya, ahli psikologi forensik Reni Kusumowardhani yang mengatakan bahwa dugaan pelecehan seksual yang dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi pada 7 Juli di Magelang, layak untuk dipercaya.
"Hasil laporan dan juga keterangan ahli menyampaikan kredibilitas soal keterangan (Putri Candrawathi) di tanggal 7 yang berkaitan dengan kekerasan seksual itu. Tetapi tiba-tiba itu dikesampingkan oleh JPU. Padahal itu disajikan oleh JPU sendiri," ujar Rasamala saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
Rasamala mengatakan, pihaknya bakal menguraikan lebih detail perihal motif dan fakta yang telah tertuang di persidangan yang tidak disampaikan Jaksa pada pleidoi atau nota pembelaan yang bakal dibacakan dalam sidang pekan depan.
Eks Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu berharap majelis hakim bakal mempertimbangkan pembelaan yang disampaikan pihaknya untuk dapat mengambil keputusan yang adil.
"Kami berharap nanti majelis juga bisa mempertimbangkan dari kedua sisi dan tentu bisa memberikan penilaian secara faktual sesuai dengan fakta dan bukti di persidangan dan terbuka pada semua fakta, bukan hanya pada satu keterangan saksi saja," kata Rasamala.
Dalam perkara ini, Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup setelah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama dan melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Saat Tepuk Tangan Penuhi Ruangan Sidang Ketika Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup...
Mantan jenderal bintang dua Polri itu juga dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 55 KUHP.
Menurut Jaksa, tindakan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dilakukan empat orang lainnya, yakni istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; serta asisten rumah tangga (ART), Kuat Ma'ruf.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Ferdy Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.
Baca juga: Ferdy Sambo Dituntut Pidana Seumur Hidup, Anggota DPR: Kita Hormati Proses Hukum di Pengadilan
Kemudian, terungkap bahwa awalnya Ferdy Sambo memerintahkan Ricky Rizal menembak Berigadir J.
Namun, Ricky Rizal menolak sehingga Ferdy Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer.
Brigadir J dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, Ferdy Sambo menembak kepala belakang Brigadir J hingga tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Brigadir J.
Baca juga: Mahfud Minta Polri Jaga Kepercayaan Publik yang Mulai Naik Lagi Usai Kasus Ferdy Sambo
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.