JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap enam hal yang memberatkan Ferdy Sambo sehingga dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup di kasus dugaan pembunuhan berencana serta obstruction of justice atau perintangan penyidikan kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Salah satunya, perbuatan Sambo dinilai mencoreng institusi polri, tidak hanya di mata masyarakat Indonesia, tetapi juga dunia.
Ini disampaikan jaksa ketika membacakan dokumen tuntutan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (17/1/2023).
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional," kata jaksa.
Baca juga: Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup dalam Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir J
Jaksa mengatakan, sebagai seorang petinggi Polri, Ferdy Sambo tak sepantasnya melakukan tindak pembunuhan berencana dan perintangan penyidikan.
Perbuatan Sambo itu juga menyeret banyak anggota Polri sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat," ujar jaksa.
Hal lain yang memberatkan tuntutan yakni perbuatan Sambo dinilai mengakibatkan hilangnya nyawa Yosua dan duka mendalam bagi keluarga.
Namun begitu, menurut jaksa, Sambo tak mengakui perbuatannya dan cenderung berbelit-belit saat memberikan keterangan.
Baca juga: 5 Hal yang Jadi Pertimbangan Jaksa Tuntut Ferdy Sambo Penjara Seumur Hidup
"Terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan," kata jaksa.
Pada saat bersamaan, jaksa menyatakan, tak ada hal meringankan dalam tuntutan hukuman Ferdy Sambo.
"Tidak ada hal meringankan," ucap jaksa.
Jaksa menilai Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama dan melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Mantan jenderal bintang dua Polri itu juga dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 55 KUHP.
Selain Sambo, empat orang lainnya didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Mereka yakni istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf.