Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Akan Samakan Prosedur dengan Kejagung demi Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 16/01/2023, 18:24 WIB
Ardito Ramadhan,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memprioritaskan perbaikan prosedur serta standar penyelidikan dan penyidikan antara lembaganya dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menuntaskan kasus hukum pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Kami memang lebih memfokuskan pada upaya memperbaiki prseudur penyelidikan dan juga standar penyelidikan dan penyidikan antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).

Atnike mengakui bahwa pengusutan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terhambat karena banyak perkara yang terhenti di Kejagung akibat perbedaan prosedur oleh kedua lembaga.

Oleh karena itu, Komnas HAM akan berupaya untuk mewujudkan standar penyelidikan dan penyidikan yang disepakati dengan Kejagung.

Baca juga: Mahfud Sebut Pemerintah Akan Cari Jalan untuk Selesaikan Pelanggaran HAM Berat di Pengadilan

Komnas HAM juga telah meminta dukungan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Komnas HAM dan Kejagung dapat berkoordinasi dengan lebih baik.

"Kita berharap dengan perbaikan standar atau prosedur penyelidikan penyidikan tersebut di antara dua lembaga ini maka proses yudisial akan dapat berjalan dengan lebih efektif," ujar Atnike.

Namun, Atnike tidak bisa menjamin kapan 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui pemerintah dapat diselesaikan secara yudisial karena masih menunggu kesepakatan soal standar penyelidikan dan penyidikan.

"Kalau itu belum tercapai, kami tidak bisa bicara kapan rentang waktu atau target yang memungkinkan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat secara yudisial karena kita biara prosedur pengadilan itu kan bicara prosedur yang sangat teknis," katanya.

Baca juga: Komnas HAM Catat Ada 6.000 Korban Pelanggaran HAM Berat

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara yudisial tetap dilakukan.

Ia mengungkapkan, selesainya tugas Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) tidak meniadakan proses yudisial terhadap pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Tim ini tidak meniadakan proses yudisial," kata Mahfud saat menyerahkan laporan Tim PPHAM ke Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Mahfud mengatakan, pemerintah sudah membawa empat kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000 tetapi para pelakunnya dibebaskan.

"Semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat. Bahwa itu kejahatan, iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda," ujarnya.

"Kalau kejahatannya semua sudah diproses secara hukum tapi yang dinyatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," kata Mahfud lagi.

Baca juga: Jokowi: Saya Minta Seluruh Kementerian Tindaklanjuti soal Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com