Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Sebut Sudah Antisipasi Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Non-yudisial Menuai Kritik

Kompas.com - 16/01/2023, 09:42 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan pemerintah sudah memperhitungkan kritik dari kalangan pegiat, terkait keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu dan memprioritaskan penyelesaian non-yudisial.

"Karena sebelum kita melangkah juga sudah mendiskusikan kira-kira yang akan meragukan (non-yudisial) si A, si B, si C. Kita sudah menyebut seperti LBH (Lembaga Bantuan Hukum), KontraS, kita sudah hitung," kata Mahfud MD seperti dikutip dari program Kompas Petang di Kompas TV, Minggu (15/1/2023).

Mahfud menyatakan pemerintah tidak mempermasalahkan penolakan dari kalangan masyarakat sipil serta pegiat HAM.

Seperti diketahui, pemerintah saat ini tengah menempuh jalur non-yudisial atau tanpa melalui jalur hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Baca juga: Anggota DPR Minta Pemerintah Ungkap Kebenaran Pelanggaran HAM Masa Lalu

Adapun metode ini menekankan pada pemulihan korban melalui berbagai bantuan materiel.

Mahfud mengatakan, pemerintah justru senang dengan adanya sejumlah pihak yang mengkritik keputusan penyelesaian pelanggaran HAM secara non-yudisial.

"Enggak apa-apa, kita senang ada kelompok yang seperti itu, enggak kita musuhi," ucap Mahfud.

Menurut Mahfud, pemerintah mengutamakan penyelesaian dan pemulihan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur non-yudisial yang diterima oleh masyarakat Indonesia dan dunia internasional.

Mahfud menyebut Komisi Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa menyambut baik pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi di Indonesia.

Baca juga: Komnas HAM Minta Pemerintah Konsultasi Dulu Sebelum Bentuk Satgas Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Berat

Mahfud menyampaikan, PBB menilai pengakuan tersebut merupakan langkah menggembirakan menuju keadilan kepada para korban.

"Nah akhirnya ini diterima bukan hanya oleh publik Indonesia, tetapi oleh dunia internasional melalui Komisi Tinggi HAM PBB yang berpusat di Jenewa. Adanya apresiasi terhadap pemerintah Indonesia," tutur Mahfud.

"Sehingga kita sekarang bisa terus bekerja, tidak usah tersandera oleh hal-hal seperti itu secara terus-menerus."

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan memang terjadi dugaan pelanggaran HAM berat di Indonesia pada masa lalu.

"Dengan pikiran jernih dan hati yang tulis sebagai Kepala Negara saya mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di masa lalu," kata Jokowi setelah membaca laporan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM). (PPHAM) di Istana Kepresidenan pada Rabu (11/1/2023).

Baca juga: Anggota DPR Sebut Jokowi Harus Tuntaskan Persoalan HAM Berat Sebelum Masa Jabatannya Habis

Presiden pun mengaku sangat menyesali terjadinya pelanggaran HAM berat pada sejumlah peristiwa. Kepala Negara lalu menyebutkan 12 peristiwa pelanggaran HAM berat, sebagai berikut:

  1. Peristiwa 1965-1966
  2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
  3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
  4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
  5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
  6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
  7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999
  8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
  9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
  10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
  11. Peristiwa Wamena, Papua 2003
  12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

"Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi.

"Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang," ujarnya lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com