JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Sigiro mengatakan, pembentukan satuan tugas (satgas) pemulihan korban pelanggaran HAM berat memang dibutuhkan.
Namun, pihaknya menyarankan agar pemerintah berkonsultasi dengan sejumlah pihak sebelum membentuk satgas tersebut.
"Pembentukan satgas sebagai badan dan mekanisme pemulihan tentu dibutuhkan. Tetapi sebelum satgas tersebut dibentuk, sebaiknya pemerintah melakukan konsultasi dulu dengan pemangku kepentingan," ujar Atnike saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (14/1/2022).
"Seperti, Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, kelompok/organisasi korban juga organisasi masyarakat sipil yang selama ini mendampingi korban," lanjutnya.
Baca juga: Jokowi Diminta Buktikan Niat Politik Selesaikan 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat
Menurut Atnike, Komnas HAM berpegang pada pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa mekanisme non-yudisial tidak menegasikan mekanisme yudisial dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Oleh sebab itu, Komnas HAM berharap pemerintah juga mengambil langkah-langkah untuk mendukung dan memperkuat mekanisme yudisial.
"Efektivitas dari satgas atau apapun nanti namanya, akan ditentukan oleh proses konsultasi publik dalam pembentukan dan perumusan tugas dari satgas tersebut," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan membentuk satgas untuk mengawal proses pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
Satgas akan melaporkan proses pemulihan kepada Presiden Joko Widodo.
"Satgas ini setiap pelaksanaannya, perkembangannya, problemnya apa, lapor kepada presiden sampai ini terpenuhi. Dan satgas itu nanti sementara ini disepakati juga berkantor di Polhukam. Meskipun saya sendiri sebenarnya si ini seharusnya di kantor Menkumham, tapi di sana banyak sekali pekerjaannya, tidak apa-apa," ujar Mahfud dalam keterangan pers secara virtual pada Kamis (12/1/2023).
"Kita bantu karena ini bentuknya koordinasi. Itu pun nanti kita usulkan alternatif-alternatif pembanding kepada presiden, siapa orangnya dan tempatnya di mana untuk mengawal ini," katanya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo menerima laporan dari Tim PPHAM di Istana Negara pada Rabu (11/1/2023) lalu.
Presiden mengatakan, dirinya sudah secara seksama membaca laporan tersebut.
Baca juga: Pemerintah Segera Bentuk Satgas untuk Kawal Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Berat
Dari laporan yang diberikan oleh PPHAM, Presiden mengakui bahwa pelanggaran HAM berat terjadi di Indonesia.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," ujar Jokowi dalam keterangannya usai menerima laporan.