KOMPAS.com – Pembuktian di dalam perkara perdata bertujuan untuk menemukan kebenaran formil terhadap suatu perkara atau sengketa yang terjadi.
Dalam menjatuhkan putusan atas suatu perkara, proses pembuktiannya tentu harus didasarkan pada alat-alat bukti yang sah sehingga menjadi pertimbangan hakim dalam persidangan.
Alat-alat bukti dalam perkara perdata tersebut diatur dalam Pasal 164 HIR (Herzien Inlandsch Reglement).
Lalu, apa saja alat bukti dalam perkara perdata?
Baca juga: Jenis Alat Bukti dalam Hukum Acara Pidana
Menurut Pasal 164 HIR, alat-alat bukti dalam perkara perdata, yakni:
Alat-alat bukti ini digunakan dalam pembuktian suatu perkara perdata di muka persidangan.
Selain itu, dalam praktik peradilan perdata dikenal pula alat bukti lainnya, yaitu:
Berikut penjelasan alat-alat bukti tersebut.
Dalam pembuktian perdata, alat bukti surat merupakan alat bukti yang diutamakan dibandingkan alat bukti lainnya.
Alat bukti surat memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembuktian perkara perdata di pengadilan.
Mengacu pada Pasal 165 HIR, surat (akta) yang sah atau autentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk membuatnya dan berkuasa juga di tempat surat itu dibuat.
Lawan dari akta autentik, yaitu akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan merupakan akta yang ditandatangani di bawah tangan dan dibuat tidak dengan perantara pejabat umum.
Jika akta autentik adalah alat bukti yang sempurna, maka akta di bawah tangan juga dapat merupakan alat bukti yang lengkap sepanjang tanda tangan yang tercantum di dalamnya diakui keasliannya.
Baca juga: Syarat Sahnya Keterangan Saksi sebagai Alat Bukti
Alat bukti dalam pemeriksaan perkara perdata selanjutnya adalah saksi.
Alat bukti dengan saksi adalah kesaksian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan oleh orang yang bukan salah satu dari pihak yang terlibat dalam perkara.