JAKARTA, KOMPAS.com - Ibunda dari Norma Irmawan alias Wawan, mahasiswa Atma Jaya korban Tragedi Semanggi I, Maria Catarina Sumarsih merespons pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyesalkan terjadinya 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Menurut Sumarsih, penyesalan itu tidak dibutuhkan untuk saat ini.
"Pelanggaran HAM berat masa lalu tidak perlu disesali, tetapi harus dipertanggungjawabkan di Pengadilan HAM ad hoc," ujar Sumarsih saat dihubungi, Rabu (11/1/2023).
Sumarsih mengatakan, pembentukan pengadilan ad hoc untuk menangani kasus pelanggaran HAM berat itu sesuai mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Baca juga: Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Ini Daftarnya...
Ia menambahkan, permintaan maaf dari Presiden juga tidak diperlukan.
"Permintaan maaf pesiden atas nama negara tidak diperlukan, yang penting adalah membuat jera para pelaku dengan mengadili mereka di pengadilan agar tidak terulang," kata Sumarsih.
Sumarsih juga menyoroti kekerasan oleh polisi dan TNI yang masih kerap terjadi, salah satunya tragedi Kanjuruhan.
"Apa artinya minta maaf bila kenyataannya setelah terjadi tragedi Semanggi I kemudian terjadi tragedi Semanggi II, Wasior, Wamena, pembunuhan Munir, Paniai dan seterusnya hingga kekerasan TNI/Polri di Kanjuruhan Malang?" ucap Sumarsih.
Baca juga: Sejarah 12 Pelanggaran HAM Berat yang Disesalkan Jokowi, Tragedi 65-66 hingga Petrus
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, dirinya sangat menyesalkan terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan Jokowi usai menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara pada Rabu ini.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat," ujar Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo itu kemudian menyebutkan 12 peristiwa pelanggaran HAM berat.
"Pertama, peristiwa 1965-1966. Kedua, peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985. Ketiga, peristiwa Talangsari, Lampung 1989. Keempat, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989," ujar Jokowi.
"Kelima, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998. Keenam, peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Ketujuh, peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999," katanya melanjutkan.
Kedelapan, peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999. Kesembilan, peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.