Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saidiman Ahmad
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik

Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting; Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University.

Posisi Ideologis PDI-P: Membaca Pidato Megawati

Kompas.com - 11/01/2023, 15:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJELANG perayaan hari lahir Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), muncul desas desus bahwa momen itu akan digunakan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, untuk mengumumkan calon presiden.

Namun, momen ini tidak digunakan untuk mengumumkan calon presiden. Yang dilakukan oleh PDIP justru konsolidasi untuk menguatkan ideologi dan garis perjuangan partai. Hal ini tercermin dari pidato Megawati.

Mega berpidato dengan gaya santai. Dia memang membawa beberapa lembar naskah pidato. Tapi hanya beberapa alinea saja yang mungkin dia baca, selebihnya adalah di luar teks.

Pidato sepanjang lebih dari satu jam itu mengalir.

Kesetaraan gender

Ada tiga topik yang menarik dalam pidato ini. Pertama adalah tentang isu kesetaraan gender. Terlihat sekali Mega membawa perasaan yang mendalam tentang isu ini.

Dia menyebut nama sejumlah tokoh perempuan nusantara dan luar negeri. Ketika dia menyebut nama Malahayati, Cut Nyak Dien, dan Cut Meutia, dia heran, mengapa Aceh yang melahirkan putri-putri pejuang itu kini mundur. Jelas dia melihat kemunduran itu dari aspek perempuan di sana.

Dia juga menyebut sejumlah ratu dari Mesir. Lagi-lagi dia heran mengapa negeri-negeri yang pernah berjaya dengan pemimpin perempuan itu kini mundur (mundur dalam isu kesetaraan gender).

Terakhir dia bercerita tentang Afganistan di bawah Taliban yang melarang perempuan bersekolah. Rezim itu juga melarang para guru perempuan mengajar. Di sini, suaranya mendidih dan menggelegar.

Dia tidak ingin ada diskriminasi gender dalam pendidikan. Dia tidak ingin ada diskriminasi gender di Indonesia.

Diskriminasi gender memang isu yang sangat krusial di negara-negara terbelakang. Peraih hadiah Nobel bidang ekonomi 1998 kelahiran India, Amartya Sen, dalam bukunya, Development as Freedom (1999), menyatakan bahwa kesetaraan dan kebebasan gender adalah salah satu faktor yang berpengaruh dalam kemajuan satu wilayah.

Dia menjelaskan bahwa diskriminasi pada perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan di satu wilayah berpotensi memperlambat kemajuan dibanding dengan wilayah lain yang setara dan bebas.

Alasannya sederhana, karena di wilayah yang setara dan bebas itu, semua potensi sumber daya manusia dimaksimalkan.

Sementara di wilayah diskriminatif, ada setidaknya 50 persen warga yang tidak bisa beraktivitas secara maksimal, yakni kaum perempuan yang mendapatkan diskriminasi sejak lahir tersebut.

Artinya kesetaraan gender bukan hanya tentang pemberian hak pada perempuan, melainkan juga tentang strategi pertumbuhan ekonomi.

Ada banyak sekali bukti yang bisa diberikan. Di negara-negara yang memiliki kesetaraan gender, cenderung lebih maju dibanding dengan negara-negara yang melakukan diskriminasi pada perempuan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com