JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD membantah anggapan bahwa penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu bertujuan untuk mengerdilkan Islam dan menghidupkan komunis.
"Jangan lagi-lagi menuduh ini mau mengerdilkan umat Islam, menghidupkan komunis, enggak," kata Mahfud seusai menyerahkan laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Ia mencontohkan, hasil kerja Tim PPHAM menunjukkan bahwa pihak-pihak yang harus disantuni atas peristisa pelanggaran HAM berat tahun 1965 bukan hanya korban dari pihak Partai Komunis Indonesia (PKI), tapi juga para ulama.
Baca juga: Jokowi: Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat Tak Negasikan Proses Yudisial
"Kasus '65 itu korbannya ada yang PKI, ada yang umat, ada yang tentara juga. Semua itu akan diberi santunan, rehabilitasi," kata Mahfud.
Ia melanjutkan, laporan Tim PPHAM juga menunjukkan ada 3 pelanggaran HAM berat di Aceh, daerah yang mayoritas warganya merupakan umat Islam, yang harus diselesaikan secara non-yudisial
Ia menyebutkan, Tim PPHAM juga akan menyelesaikan kasus pembunuhan dukun santet di Banyuwangi yang korbannya berasal dari kalangan ulama dan keluarganya.
"Kenapa harus dikatakan bahwa ini untuk mendiskreditkan Islam, untuk memberikan angin kepada PKI, itu sama sekali tidak benar karena soal PKI itu sudah ada Tap MPR-nya," kata Mahfud.
Diketahui, Tim PPHAM telah menyelesaikan tugasnya dan menyerahkan laporan kepada Presiden Joko Widodo pada hari ini.
Dalam kesempatan itu, Jokowi pun menyampaikan penyesalan atas terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di tanah air.
Baca juga: Sejarah 12 Pelanggaran HAM Berat yang Disesalkan Jokowi, Tragedi 65-66 hingga Petrus
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat," ujar Jokowi.
Berikut 12 pelanggaran HAM berat yang dimaksud Jokowi:
1. Peristiwa 1965-1966,
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,