Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa

Kompas.com - 05/01/2023, 19:29 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu tentang penerapan kembali sistem proporsional tertutup dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 membuat kalangan partai politik hingga aktivis saling menyampaikan pendapat.

Wacana tentang penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 muncul akibat uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya tidak mengatakan bahwa arahnya sistem proporsional tertutup. Bahwa sedang ada gugatan terhadap ketentuan pemilu proporsional terbuka di MK," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, Kamis (29/12/2022) lalu.

Baca juga: Ini Alasan Muhammadiyah Dukung Sistem Proporsional Terbuka Dikaji Ulang

Apabila MK mengabulkan gugatan itu, maka Pemilu 2024 akan dilakukan dengan sistem proporsional tertutup.

Jika MK menolak gugatan, maka Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Sistem Pemilu Indonesia dari masa ke masa

Dalam sejarah Pemilu di Indonesia hanya terdapat 2 sistem yang diterapkan. Kedua sistem itu adalah proporsional tertutup dan proporsional terbuka.

Sistem proporsional tertutup membuat rakyat sebagai pemilih hanya bisa memilih partai politik.

Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak bisa mengetahui dan tidak bisa memilih secara langsung calon anggota legislatif (Caleg) terpilih yang bakal menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Baca juga: Ketua KPU Diadukan 2 Advokat ke DKPP terkait Pernyataan soal Sistem Proporsional Terbuka

Dengan sistem itu, walaupun pemilih yang memberikan suara kepada salah satu calon, maka suara tersebut menjadi suara partai politik pengusung.

Suara partai politik yang telah mencapai ambang batas kursi akan diberikan kepada para calon yang diusung berdasarkan nomor urut.

Dalam sistem proporsional tertutup, partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nomor urut itu nantinya ditentukan oleh partai politik.

Sementara, penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.

Baca juga: Pimpinan Komisi II Nilai Sistem Proporsional Tertutup Disenangi Partai yang Punya Tradisi Otoriter

Apabila partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.

Karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang duduk di kursi legislatif, maka sistem proporsional tertutup ini disebut kurang demokratis.

Sistem proporsional tertutup diterapkan dalam Pemilu 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, dan 1999.

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih bisa memilih langsung Caleg yang akan mewakili mereka di DPR dan DPRD.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Tumbuhkan Oligarki Politik

Karena pemilih bisa mengetahui sosok Caleg yang akan mewakili mereka, sistem proporsional terbuka dinilai demokratis.

Sistem proporsional terbuka mulai diterapkan pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com