JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyebut, kerugian perekonomian negara Rp 10.960.141.557.673 yang didakwakan jaksa dalam sidang dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) tidak riil.
Hal ini disampaikan Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat Liliek Prisbawono Adi saat membacakan pertimbangan dalam putusan perkara yang menjerat Indra Sari Wisnu Wardhana.
Indra Sari merupakan mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan.
Baca juga: Kejagung Ajukan Banding atas Putusan 5 Terdakwa Korupsi Izin Ekspor CPO
Ia didakwa menyalahgunakan wewenang dan memperkaya korporasi dalam penerbitan persetujuan ekspor (PE) CPO.
Adapun jumlah kerugian perekonomian negara itu merujuk pada perhitungan ahli bernama Himawan Pradipta bersama tim dari Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kerugian disebut timbul akibat kelangkaan minyak goreng di pasar.
“Setelah majelis hakim meneliti pendapat ahli maupun hasil perhitungan kerugian perekonomian negara yang dihasilkan oleh ahli Himawan Pradipta dan tim tersebut ternyata masih bersifat asumsi belum bersifat riil atau nyata,” kata Liliek di ruang sidang, Rabu (4/1/2023).
Liliek menuturkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PPU/XIV/2016 tanggal 25 Januari menyatakan, kerugian negara atau perekonomian negara harus nyata atau actual loss.
MK menetapkan, dua kerugian itu tidak lagi merupakan perkiraan, potential loss, maupun asumsi.
Liliek mengatakan, untuk membuktikan adanya unsur kerugian negara tidak terlalu sulit. Sebab, aturan hukum mengenai kerugian tersebut sudah jelas.
Baca juga: Lin Che Wei dan 4 Terdakwa Kasus Korupsi Ekspor CPO Masih Pikir-pikir untuk Banding
Sebaliknya, pembuktian ada atau tidaknya unsur kerugian perekonomian negara masih sulit. Sebab, ruang lingkupnya terlalu luas dan belum ada yang mengatur perekonomian negara. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh ahli yang dihadirkan terdakwa bernama Haula Rosdiana.
Berdasarkan uraian tersebut, Majelis Hakim berpendapat perhitungan yang dikeluarkan Himawan dari UGM itu tidak bisa menjadi dasar menentukan adanya kerugian perekonomian negara dalam kasus ini.
“Sehingga oleh karenanya unsur merugikan perekonomian negara tidak terpenuhi pada perbuatan terdakwa,” ujar Liliek.
“Namun terhadap unsur perbuatan merugikan negara telah terpenuhi dalam perbuatan terdakwa,” kata dia.
Perkara dugaan korupsi ekspor CPO menyeret lima orang sebagai terdakwa.