JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem membantah ikut serta sebagai partai politik yang mengajukan gugatan uji materi sistem Pemilihan Umum (Pemilu) proporsional terbuka menjadi tertutup.
Adapun gugatan terhadap Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya menegaskan hal ini untuk menanggapi adanya kabar bahwa seseorang bernama Yuwono Pintadi ikut melakukan uji materi UU Pemilu ke MK.
Dalam gugatannya itu, Yuwono mengaku sebagai anggota Partai Nasdem.
Baca juga: Nasdem Bantah Ikut Ajukan Uji Materi Sistem Pemilu ke MK
Namun, Willy menegaskan bahwa Yuwono bukan lagi bagian dari Partai Nasdem. Kata Willy, status keanggotaan Yuwono di Nasdem sudah berakhir sejak 2019.
"Jika ada hal-hal strategis dan politis secara garis partai sudah jelas, kami menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Oleh karenanya, jika ada orang yang mencatut Partai Nasdem atas kepentingan tertentu, jelas ini melanggar kebijakan partai," ujar Willy dalam keterangan tertulis, Sabtu (31/12/2022).
Oleh karena itu, Willy menilai, gugatan atas nama Yuwono sifatnya pribadi dan tidak mengatasnamakan Nasdem.
Adapun MK sebelumnya telah meregistrasi gugatan uji materi terhadap sistem pemilu dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Baca juga: Ini Alasan PDI-P, Dukung Pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup
Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Keenamnya didampingi oleh Sururudin dan Maftukhan selaku kuasa hukum.
Keenam pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Pemohon meminta MK mengganti sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.
Para pemohon menilai bahwa sistem proporsional terbuka bertentangan dengan UUD 1945 dan menimbulkan masalah multidimensi seperti politik uang.
Lebih lanjut, Willy menegaskan sikap partainya menanggapi polemik rencana mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup.