JAKARTA, KOMPAS.com - Tim penasihat hukum Ferdy Sambo memberikan 35 bukti kepada majelis hakim yang memimpin persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Salah satu bukti baru itu adalah foto yang memperlihatkan Yosua sedang berada di sebuah tempat hiburan malam bersama sejumlah orang.
Tim Penasehat Hukum Ferdy Sambo menyerahkan 35 bukti yang meringankan dalam sidang kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Penyerahan tersebut dilakukan dalam persidangan dan langsung diterima oleh Majelis Hakim, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (29/12/2022).
Baca juga: Ferdy Sambo Gugat Jokowi dan Kapolri karena Tak Terima Dipecat
Dalam sidang, pengacara Ferdy Sambo, Febri Diansyah membacakan rincian 35 barang bukti yang diberikan, antara lain foto Brigadir J yang sedang berada di tempat hiburan malam.
"Untuk bukti ini, kami ajukan 4 putusan yaitu putusan terdakwa Jessica Kumala Wongso yang menegaskan dibutuhkan motif dalam pembuktian, kemudian terdakwa Karno Afriadi terkait dibutuhkan wajib jangka waktu dan kondisi tenang bagi terdakwa, kemudian putusan terdakwa Rudianto wajibnya diberikan motif dalam perkara pembunuhan, dan putusan Albert Benyamin Solihin terkait diwajibkannya ada kesadaran bersama dalam menerapkan Pasal 55 ayat 1," kata Febri.
Ketegangan geopolitik yang meningkat dan volatilitas ekonomi global membuat dunia masuk ke dalam keadaan tidak stabil.
Dampak ekonomi yang mengganggu dari perang di Ukraina masih akan merusak prospek pemulihan ekonomi global dan telah menambah biaya hidup yang dipicu oleh pandemi Covid-19.
Sebagian besar lembaga think tank internasional, perusahaan investasi, dan lainnya melihat ketidakpastian sebagai 'kenormalan baru' geopoliik global.
Laporan The Economist 'The World Ahead 2023' secara ringkas menggambarkan dunia saat ini sebagai "jauh lebih tidak stabil, terguncang oleh perubahan persaingan kekuatan besar, gempa susulan pandemi, pergolakan ekonomi, cuaca ekstrem, dan perubahan sosial dan perubahan teknologi yang cepat" .
Baca juga: Indef: Kondisi Geopolitik dan Tahun Politik Tambah Ketidakpastian Ekonomi RI
Risiko geopolitik utama yang akan mendominasi tahun mendatang adalah semakin intensifnya persaingan antara AS dan China serta konsekuensinya terhadap geopolitik dan ekonomi global.
Pertemuan tatap muka pertama antara Presiden Jo Biden dan Xi Jinping pada November lalu memang menjanjikan penurunan ketegangan.
Kedua pemimpin berjanji untuk memperbaiki hubungan yang telah tenggelam ke titik terendah dalam sejarah.
Namun pertemuan tersebut tak mempersempit perbedaan di antara mereka mengenai isu-isu kontroversial yang memisahkan mereka seperti isu Taiwan, sengketa perdagangan, pembatasan teknologi, dan posisi militer.
Baca juga: Jadi Presiden G20, PM India Serukan Persatuan Hadapi Tantangan Terhebat
Prospek hubungan di antara keduanya sama sekali tak pasti, terutama karena pemerintahan Biden telah menghidupkan kembali jaringan aliansi dan kemitraan militernya, baik di Eropa maupun di Indo-Pasifik, dan penolakan China yang tegas kebijakan AS tersebut.