JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia telah memberhentikan 10 hakim di Indonesia dalam kurun waktu Januari hingga Oktober 2022.
Kepala Badan Pengawasan (Bawas) MA Sugiyanto mengungkapkan bahwa 10 hakim yang dipecat tersebut sudah melewati proses di Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
“Bahwa tahun ini saja MKH ada 10 Hakim yang di-MKH-kan. Kalau di-MKH itu berarti sudah rekomendasi dipecat," kata Sugiyanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Jumat (9/12/2022).
Baca juga: Dua Hakim Agung Ditahan KPK, MA Serahkan pada Prosedur Hukum
"Jadi rekomendasi dari pimpinan sudah pecat, baru muncul namanya di MKH, tahun ini udah 10,” ucapnya melanjutkan.
Selanjutnya, Sugiyanto menjelaskan, dalam periode 10 bulan, terdapat 104 hakim yang dijatuhi hukuman disiplin.
Mereka terdiri dari 18 hakim yang dijatuhi hukuman berat, 17 hukuman sedang dan 69 hukuman ringan.
Sugiyanto mengeklaim bahwa informasi perilaku hakim yang telah disanksi bisa diakses publik secara luas.
Baca juga: MA: Dari 56 Kasasi Perkara Korupsi, 17 di Antaranya Diperberat
Ia mengatakan, setiap bulan, oknum hakim yang telah diberi sanksi bakal diumumkan di situs resminya.
“Tidak ada instansi di negara ini yang seterbuka MA. Jadi setiap bulan di web Badan Pengawasan akan memuat hakim maupun aparatur yang dijatuhi hukuman disiplin di situ,” ucap Sugiyanto.
Sementara itu, Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial Sunarto mengaku tidak dapat menghilangkan adanya makelar kasus (markus) dalam proses penanganan perkara di lembaganya.
Akan tetapi, Sunarto menyatakan, pergerakan makelar kasus dapat diminimalisasi dengan sistem ketat yang telah dibuat.
"Menghilangkan markus? Mohon maaf saya angkat tangan, enggak bisa. Tetapi meminimalisasi Insya Allah kita akan lakukan," ujar Sunarto.
"Mengurangi, ruang geraknya kita bisa lakukan. Tetapi menghilangkan, kita sama sekali enggak, susah," ucapnya melanjutkan.
Baca juga: Maruf Amin Hingga Ketua MA Hadiri Peringatan Hakordia
Sunarto pun mengungkapkan bahwa upaya menekan ruang gerak makelar kasus di MA dilakukan dengan cara memperketat proses seleksi pejabat dan pegawai di lembaganya.
Ia mengakui bahwa MA menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengawasi perilaku para pejabat.