Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KUHP Bahayakan Kebebasan Pers, Jurnalis Rentan Dikriminalisasi karena Buat Berita Berseri

Kompas.com - 08/12/2022, 05:47 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dianggap dapat menjadi sarana untuk mengkriminalisasi jurnalis. Beleid ini dikhawatirkan membahayakan kebebasan pers.

Eks Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati secara spesifik menyoroti Pasal 264 yang mengatur ancaman pidana terhadap penyebaran informasi atau berita yang tidak lengkap.

"Berita tidak lengkap itu berbahaya. Sekarang kan mereka (perusahaan media massa) memecah (berita) dalam beberapa seri ya, nah kena tuh tidak lengkap," ujar Asfinawati dalam diskusi yang diselenggarakan lembaga survei KedaiKopi di Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2022).

Pasal yang sama juga mengatur ketentuan pidana bagi penyebaran informasi yang "berlebih-lebihan". Sementara itu, istilah "berlebih-lebihan" ini multitafsir.

Baca juga: KUHP Baru: Aniaya Hewan Dipidana Penjara 1 Tahun atau Denda Maksimal Rp 10 Juta

Upaya perusahaan pers membuat berita yang menarik bagi pembaca dikhawatirkan rentan dianggap masuk unsur "berlebih-lebihan" ini.

Asfinawati juga menyoroti unsur lain yang dapat membuat jurnalis dapat dikriminalisasi dengan pasal ini, yaitu unsur "mengakibatkan kerusuhan di masyarakat".

"Kita tahu, itu (mengakibatkan kerusuhan) ditafsirkan sangat longgar," ujarnya.

Ia memberi contoh soal pemberitaan yang kemudian disusul dengan kerusuhan. Hubungan sebab-akibat di antara keduanya dinilai tidak dapat disederhanakan bahwa kerusuhan itu disebabkan oleh berita.

"Seharusnya pasalnya adalah 'orang yang menganjurkan agar ada kerusuhan'. Itu kan riil. Tapi kalau 'mengakibatkan', itu kan jadi longgar," kata aktivis HAM itu.

Baca juga: Aktivis HAM Sebut Penjelasan KUHP soal Beda Penghinaan dan Kritik Tidak Jelas

Menurutnya, KUHP yang rentan mengkriminalisasi wartawan ini menjadi bagian dari episode-episode buruk bagi kebebasan pers di Indonesia, setelah kerja-kerja jurnalistik saat ini harus menghadapi upaya dari para pendengung/buzzer dengan segala propagandanya.

"Apa yang bisa kita lakukan? Kita bisa menjaga media atau jurnalis dengan maksud media sebagai salah satu pilar demokrasi. Karena kalau media tidak mampu, menyuarakan apa yang penting ke depan, ya berat," jelasnya.


Sebagai informasi, Pasal 240 KUHP yang baru disahkan DPR RI sebagai undang-undang dalam Rapat Paripurna kemarin berbunyi seperti ini:

"Setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III".

Baca juga: Akademisi Universitas Andalas Sebut KUHP Baru Cacat Materiil, Tak Ada Pilihan Selain Gugat ke MK

Pengesahan KUHP ini dikritik masyarakat luas karena masih memuat banyak pasal bermasalah, meskipun pengesahannya pernah ditunda pada 2019 karena menimbulkan gelombang unjuk rasa besar-besaran dan memakan korban jiwa.

Selain memasukkan pasal multitafsir soal penghinaan kekuasaan, pasal-pasal bermasalah lain pada KUHP ini antaranya meliputi living law, hukuman mati, larangan penyebaran "paham tak sesuai Pancasila", penghinaan peradilan, kohabitasi, larangan unjuk rasa, pelanggaran HAM berat masa lalu, dan ancaman pidana korupsi.

KUHP ini juga dianggap berperan pada sulitnya upaya menghukum korporasi kelak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com