Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK: Banyak WNI Tukar Uang Tunai sampai Sekoper di Mal Singapura, tapi Tak Tercatat

Kompas.com - 23/11/2022, 21:39 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan, ada sebuah pusat perbelanjaan di Singapura yang digunakan orang Indonesia untuk menukarkan uang rupiah.

Hal itu diketahui setelah tim PPATK menelusuri banyaknya uang tunai yang masuk ke Indonesia dari luar negeri.

"Saya kirim orang ke sana, ternyata di Singapura ada satu mal yang khusus buat supermarket uang asing," ungkap Ivan dalam acara Diseminasi Regulasi Mengenai Tata Cara Pelaporan Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia secara virtual, Rabu (23/11/2022).

Ivan juga mengungkapkan bahwa banyak orang Indonesia yang pergi ke Singapura membawa koper kosong. Nantinya, kata dia, koper itu akan diisi oleh uang yang telah ditukarkan melalui supermarket yang ada di dalam Mal tersebut.

Baca juga: PPATK Ungkap Adanya Uang Tunai Triliunan Rupiah Masuk Indonesia Tanpa Tercatat

"Jadi orang Indonesia yang datang ke sana dia cuma bawa koper, tuker di sini nih (supermarket), lalu dibawa ke Indonesia, digotong," terang Kepala PPATK.

"Ada foto terkait dengan digotong dengan taksi dan segala macem. Ini (di supermarket) orang Indonesia semua" ucapnya melanjutkan.

PPATK, lanjut Ivan, kemudian melaporkan temuan adanya tempat penukaran uang tunai tersebut ke Direktorat Jenderal Bea Cukai. Lantas, Bea Cukai kemudian menindaklanjuti temuan PPATK dan menangkap sejumlah orang Indonesia yang membawa uang tunai tersebut.

"Lalu, kita informasikan ke Bea Cukai ada yang begini, (kemudian ditindaklanjuti Bea Cukai) coba random saja, begitu ditangkap, segini besar," paparnya.

Triliunan uang tunai masuk tanpa tercatat

Lebih lanjut, PPATK juga mengungkapkan adanya uang triliunan rupiah yang masuk ke Indonesia tanpa tercatat.

Ivan mengatakan, termuan itu ditelusuri guna mendalami banyaknya uang tunai ketika lembaga penegak hukum melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Baca juga: Lukas Enembe Bantah Temuan PPATK soal Setoran Rp 560 M ke Kasino Judi

"Kalau penangkapan OTT (operasi tangkap tangan) selalu ada uang tunainya di situ, lalu PPATK cari, ini asalnya dari mana gitu?" kata Ivan.

Menurut Ivan, penelusuran dilakukan dengan membandingkan data bawaan uang tunai melintasi batas negara atau cross border cash carrying (CBCC) dengan aplikasi Passenger Risk Management (PRM) milik Bea Cukai.

Hasilnya, nama satu orang tercatat hanya 4 kali melaporkan bahwa ia membawa uang tunai ke Indonesia. Sementara jika ditelusuri melalui aplikasi PRM, satu orang tersebut tercatat 154 kali masuk ke Indonesia dengan membawa uang tunai.

"CBCC yang PPATK terima angkanya jauh di bawah PRM-nya, misalnya, laporan yang PPATK terima, orang yang melaporkan terkait masuknya dia ke Indonesia itu hanya 4 kali dari 1 nama," ungkap Ivan.

"Jadi, nama si X itu hanya terpantau melalui CBCC itu 4 kali dia melaporkan (mambawa uang tunai), tetapi di-crosscheck dengan PRM dia 154 kali masuk. Berarti ada 150 kali dia masuk tidak melaporkan," jelasnya.

Baca juga: DPR Tolak RUU Pembatasan Uang Kartal, Mahfud: Katanya Politik Harus Bawa Uang Tunai

Halaman:


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com