Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Ikahi Sebut Penangkapan-Penahanan Hakim Agung Harus Atas Perintah Jaksa Agung dan Persetujuan Presiden

Kompas.com - 17/11/2022, 13:31 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Binsar Gultom menyebut penangkapan atau penahanan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan hakim agung lainnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus atas perintah dari Jaksa Agung dan mendapat persetujuan presiden.

Perintah Jaksa Agung itu juga harus mendapat persetujuan presiden. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Perubahan kedua UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (MA).

“Status penangkapan dan penahanannya harus terlebih dahulu mendapat perintah dari Jaksa Agung dengan persetujuan Presiden,” kata Binsar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (17/11/2022).

Baca juga: Tanggapi Desakan Pimpinan MA Mundur, Anggota Ikahi: MA Tidak Boleh Dicampuri Pihak Mana Pun

Adapun ketentuan penangkapan atau penahanan dalam Pasal 17 tersebut berlaku bagi Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung.

Namun demikian, Pasal tersebut juga menyatakan kewajiban mendapat perintah Jaksa Agung dan persetujuan presiden dikecualikan dalam tangkap tangan (OTT) melakukan tindak kejahatan.

Pengecualian lainnya adalah ketika berdasarkan bukti permulaan yang cukup mereka disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana mati atau tindak kejahatan terhadap keamanan negara.

“Jika hal itu belum dilaksanakan oleh KPK, maka menurut Binsar demi hukum berarti penangkapan dan penahanan tersebut menjadi cacat hukum,” ujar dosen Univeristas Sumatera Utara Medan itu.

Baca juga: Anggota IKAHI Sebut Intervensi jika Lembaga Peradilan Dievaluasi Presiden

Binsar lantas mempertanyakan langkah yang telah ditempuh KPK dalam menahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati serta tindakan terhadap satu hakim agung berikutnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Jika mereka tidak ditahan dalam operasi tangkap tangan, kata Binsar, maka KPK harus atas perintah dari Jaksa Agung dan persetujuan presiden.

“Jika hal itu belum dilaksanakan oleh KPK, maka menurut Binsar demi hukum berarti penangkapan dan penahanan tersebut menjadi cacat hukum,” tuturnya.

Lebih lanjut, Binsar menuturkan, ketika suatu penangkapan atau penahanan dinyatakan cacat hukum, maka bisa dilakukan upaya hukum praperadilan.

“Dapat dilakukan ‘praperadilan’ tentang tidak sahnya penangkapan dan penahanan,” tutur Binsar.

Baca juga: Soal Tersangka Baru Kasus Hakim MA, Firli: Dalam Waktu Dekat Dirilis

Sebagaimana diketahui, KPK melakukan tangkap tangan terhadap hakim yustisial MA, Elly Tri Pangestu, sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di MA, pengacara, dan pihak Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Mereka diduga melakukan suap terkait pengurusan perkara kasasi Intidana di MA.

Setelah dilakukan gelar perkara, KPK kemudian mengumumkan 10 orang tersangka dalam perkara ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com