Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Hakim Agung Tersangka Korupsi, Pakar Hukum: KY Kebanyakan Makan Gaji Buta

Kompas.com - 16/11/2022, 07:29 WIB
Valmai Alzena Karla Martino,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan korupsi yang dilakukan dua hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat.

Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menyatakan keprihatinannya sebab hakim agung seharusnya diisi oleh hakim-hakim senior atau sarjana hukum yang berpengalaman.

“(Hakim agung) seharusnya hidup tidak lagi berorientasi pada materi, tetapi ternyata tidak, paling tidak hakim agung-hakim agung yang sudah tertangkap menggambarkan sebagai manusia-manusia tua yang rakus akan harta, sehingga atas nama Tuhan dia lakukan korupsi, gila kan,” kata Abdul kepada Kompas.com, Selasa (15/11/2022).

Baca juga: Komisi Yudisial Perketat Seleksi Calon Hakim Agung Buntut Kasus Sudrajad Dimyati

Menurut dia, secara sistemik Komisi Yudisial (KY) seharusnya banyak menangkap hakim agung yang melakukan tindak korupsi.

Tidak melihat kerja nyata dari KY, Fickar berpendapat sebaiknya KY dibubarkan sebab dinilai hanya menghabiskan uang negara.

“Jika KY baru membentuk satgas, maka tindakan ini terlambat sudah, harapan sudah pupus. Mestinya yang menangkap hakim agung-hakim agung itu komisi Yudisial, jadi opo sing (apa yang) diawasi KY? apa kerjanya KY? Mesti dikasih tongkat nih KY kebanyakan makan gaji buta,” ujar Abdul.

Baca juga: 2 Hakim Agung Tersangka, Pimpinan Komisi III DPR Klaim Sudah Hati-hati Lakukan Fit and Proper Test

“KY itu dibentuk Undang-undang khusus untuk menjaga kewibawaan dan martabat kekuasaan kehakiman, karena itu KY adalah lembaga paling bertanggung jawab karena yang punya kewenangan mengangkat Hakim Agung-Hakim Agung inipun KY. Jadi rusak tidaknya Hakim Agung-Hakim Agung ini jg hasil dari pola perekrutan yang dilakukan KY,” kata dia.

Untuk itu, Fickar meminta adanya perubahan di Mahkamah Agung (MA) dan seluruh jajarannya, baik Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) baik secara sistemik melalui Undang-undang maupun melalui tindakan.

“Secara sistemik harus ada perubahan jenis hukuman yang maksimal bagi hakim agung-hakim agung yang tertangkap dihukum maksimal seumur hidup seperti Akil Mochtar Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) serta denda yang membangkrutkan, supaya ada efek jera bagi hakim-hakim lain yang mencoba korupsi,” kata dia.

Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua hakim agung sebagai tersangka yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. 

Gazalba sebelumnya menjadi saksi dalam perkara korupsi yang menjerat Sudrajad Dimyati.

KPK menetapkan Sudrajad Dimyati sebagai tersangka karena diduga menerima uang sebesar Rp 800 juta agar putusan kasasi sesuai keinginan pihak Intidana, yaitu perusahaan dianggap gagal.

Adapun pemberi suap yakni Yosep Parera dan Eko Suparno selaku pengacara Intidana. Mereka diduga bertemu serta berkomunikasi dengan beberapa pegawai Kepaniteraan MA.

Pihak yang menjembatani Yosep dan Eko mencari hakim agung yang dapat memberikan putusan sesuai keinginannya yitu Desi Yustrisia, seorang pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepeniteraan MA. Desi juga mengajak Elly untuk terlibat dalam pemufakatan.

Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengamankan bukti berupa uang senilai 205.000 dolar Singapura dan Rp 50 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com