Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Difitnah, Hendra Kurniawan Pertimbangkan untuk Pidanakan Ismail Bolong

Kompas.com - 10/11/2022, 14:51 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kuasa hukum mantan Kepala Biro Divisi Pengamanan Internal (Kabiro Paminal) Polri Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat mengku tengah mempertimbangkan untuk melaporkan Ismail Bolong.

Hal itu disampaikan Henry menanggapi pernyataan Ismail yang mengaku dipaksa Hendra untuk membuat testimoni setoran uang tambang batu bara ilegal kepada Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto.

Menurut dia, Hendra Kurniawan tidak pernah mengenal mantan anggota Polres Samarinda, Kalimantan Timur itu.

"Itu Firnah! Dan Kami sudah mempertimbangkan untuk membuat laporan polisi terkait keterangan dia yang telah mencemarkan nama baik dari Hendra Kurniawan,” ujar Henry saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022).

Henry mengatakan bahwa pernyataan Ismail Bolong yang mengaku telah ditekan oleh kliennya merupakan kebohongan.

Baca juga: Respons Ferdy Sambo soal Isu Setoran Dana Tambang Ilegal ke Kabareskrim

Namun demikian, ia mengaku tidak mengetahui soal dugaan suap terkait setoran uang tambang batu bara ilegal kepada Kabareskrim.

“Ismail Bolong berbohong, itu satu keterangan dia itu cerita seperti orang mabuk. Hendra Kurniawan tidak pernah kenal dengan Ismail Bolong dan tidak pernah menekan atau membuat memaksa untuk membuat seperti itu,” ucap Henry.

Adapun Ismail menarik pengakuannya dengan membuat video klarifikasi bahwa ada perwira tinggi Polri yang menekannya untuk membuat video terkait pengakuan pemberian uang terhadap Komjen Agus Andrianto.

Dalam video klarifikasinya, Ismail mengaku tidak pernah memberikan uang apa pun ke Kabareskrim.

Baca juga: Ismail Bolong Mengaku Ditekan Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat: Fitnah!

Ia juga mengaku video testimoni dirinya soal adanya setoran uang ke Kabareskrim dibuat atas tekanan dari Brigjen Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat Karo Paminal Propam Polri, pada Februari 2022.

"Saya perlu jelaskan bahwa pada bulan Februari itu datang anggota Mabes Polri dari Paminal Mabes, untuk beri testimoni kepada Kabareskrim, dengan penuh tekanan dari Pak Hendra, Brigjen Hendra pada saat itu. Saya komunikasi melalui HP melalui anggota paminal dengan mengancam akan bawa ke Jakarta kalau enggak melakukan testimoni," ujar Ismail dalam video klarifikasi, seperti dilansir dari YouTube Tribunnews.com, Senin (7/11/2022).

Adapun video klarifikasi Ismail Bolong itu mencuat setelah ada video pengakuan awal Ismail yang viral di media sosial dan WhatsApp. Ismail, dalam video awal yang beredar, mengaku menyetor uang ke seorang perwira tinggi Polri sebesar Rp 6 miliar.

Ismail Bolong yang juga mengeklaim merupakan anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Kaltim itu menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin.

Kegiatan ilegal itu disebut berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai November 2021.

Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal, Ismail Bolong mengaku mendapat keuntungan sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar setiap bulannya.

Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan seorang perwira petinggi Polri dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali, yaitu bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober sebesar Rp 2 miliar, dan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.

Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo masih belum memberikan tanggapan soal ramainya video dari Ismail Bolong itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com