Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PK Vonis Karhutla Kalteng, Pemerintah Dinilai Tak Paham Mandat Perlindungan Lingkungan

Kompas.com - 08/11/2022, 06:30 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah dinilai memperlihatkan pemerintah tidak memahami mandat dan kewajiban untuk menjaga hak rakyat mendapat lingkungan hidup yang sehat.

"Pengajuan PK ini menjadi cerminan akan ketidakpahaman negara pada mandat dan kewajibannya," kata Campaigner Pantau Gambut Wahyu A. Perdana dalam keterangan pers yang diterima pada (7/11/2022).

Baca juga: Jokowi Ajukan PK Usai Divonis Melawan Hukum dalam Kasus Kebakaran Hutan di Kalteng

"Dengan perlawanan yang dilakukan oleh pemerintah, justru menjelaskan bahwa terdapat pelanggaran hak asasi milik masyarakat dalam mendapatkan lingkungan
hidup yang sehat di Indonesia," sambung Wahyu.

Wahyu mengatakan, perlawanan pemerintah atas putusan MA dengan mengajukan peninjauan kembali seharusnya menjadi perhatian Presiden Jokowi.

Sebab menurut Wahyu, pemerintah bertanggung jawab untuk meninjau pelanggaran izin konsesi, mendirikan rumah sakit bagi korban karhutla, membuat perencanaan pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik, dan menyelamatkan ekosistem gambut di Indonesia.

"Adalah mandat dan tanggung jawab pemerintah tanpa harus diminta dan diingatkan oleh warga negara," ucap Wahyu.

Baca juga: Mengevaluasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan

Wahyu melanjutkan, pemerintah seharusnya melihat gugatan warga negara (citizen lawsuit) dalam kasus karhutla dan lain sebagainya adalah upaya masyarakat untuk mengingatkan terhadap kelalaian pada mandat dan kewajiban untuk menjaga lingkungan hidup yang sehat.

Selain itu, lanjut Wahyu, gugatan warga negara itu adalah bentuk kepedulian masyarakat buat mengingatkan negara supaya menjalankan mandatnya.

"Sehingga, hal ini bukanlah soal kalah atau menang, apalagi menjadi malu dan marah karena diingatkan oleh rakyat melalui mekanisme legal," ucap Wahyu.

Baca juga: Luas Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau 1.219 Hektare Selama 2022

"Pengajuan PK dan perlawanan hukum dari pemerintah justru menjelaskan watak aparatur negara yang tidak mau mendengar peringatan dan permintaan dari rakyat yang harusnya mereka urus dan layani," sambung Wahyu.

Menurut situs Mahkamah Agung (MA), permohonan PK untuk kasus pada 2015 itu didaftarkan pada 3 Agustus 2022.

Saat ini status PK sudah terdaftar dengan nomor registrasi perkara 980 PK/PDT/2022.

Adapun pemohon PK terdiri dari Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia cq Menteri Dalam Negeri cq Gubernur Kalimantan Tengah (Pemohon I).

Lalu Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia cq Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pemohon II). Kemudian Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia (Pemohon III).

Baca juga: PBB Peringatkan Gelombang Panas dan Kebakaran Hutan Perburuk Polusi Udara

Adapun status permohonan PK itu saat ini masih dalam proses pemeriksaan majelis.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com