JAKARTA, KOMPAS.com - Perwira Tinggi TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal Pertama (Marsma) Fachri Adamy menyebut karirnya hancur karena kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland (AW)-101.
Sebagaimana diketahui, korupsi pengadaan helikopter AW-101 itu terjadi di lingkungan TNI AU pada tahun 2016-2017. Kasus ini menjerat Direktur Diratama Mandiri, Irfan Kurnia Saleh.
Fachri merupakan Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Kadisadaau) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 2016. Saat ini ia menjabat Direktur Pusat Kelaikan Keselamatan Terbang dan Kerja TNI Angkatan Udara (Puslaiklambangjaau).
Fachri mengaku baru pertama kali menjabat sebagai PPK saat itu. Bahkan memanggil bawahannya setiap sore untuk belajar.
Baca juga: Di Sidang, Jaksa Ungkap Dana Komando Petinggi AU 4 Persen dari Cashback Beli Heli AW-101
“Tapi kan saya tidak tahu kalau pengadaan ini akan jadi masalah. Kalau saya tahu jadi masalah kan tidak akan saya lakukan,” kata Fachri di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).
“Karir saya kan hancur gara-gara ini (kasus AW-101),” tambah Fachri.
Dalam persidangan tersebut, selain mengaku baru pertama kali menjabat sebagai PPK saat pembelian helikopter AW-101 senilai ratusan miliar, Fachri juga mengaku tidak memiliki sertifikasi sebagai PPK.
Fachri mengaku tidak pernah mendapatkan maupun mengikuti pendidikan pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah.
Baca juga: Pembelaan Eks KSAU Usai Namanya Diseret Dalam Kasus Dugaan Korupsi Helikopter AW-101
“Saudara sebagai PPK apakah pernah mengikuti pendidikan pengadaan barang dan jasa pemerintah?” cecar Jaksa
“Alhamdulillah tidak pernah, Bu,” jawab Fachri.
“Ini PPK saudara yang keberapa kali menjadi PPK? Pertama kali?” timpal Jaksa.
Hal ini kemudian dibenarkan oleh Fachri.
“Tidak punya sertifikasi?” lanjut Jaksa.
“Tidak punya sertifikasi,” ujar Fachri.
Sebelumnya, Jaksa mendakwa perbuatan Irfan membuat negara merugi Rp 738,9 miliar.