NUSA DUA, KOMPAS.com - Nahdlatul Ulama tak menutup kemungkinan bahwa forum agama G20, Religion 20 (R20), dapat merangkul kelompok ekstrem pada tahap tertentu.
"Upaya perdamaian harus melibatkan semua pihak, termasuk kelompok 'garis keras'. Itu, pada prinsipnya, akan dilakukan," kata Wakil Sekretaris Jenderal NU sekaligus juru bicara R20, Muhammad Najib Azca, setelah penutupan R20 pada Kamis (3/11/2022).
Sebagai informasi, forum R20 diinisiasi NU bersama Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) di Nusa Dua, Bali, pada 2-3 November 2022, guna membahas bagaimana konflik berbasis agama harus berakhir dan bagaimana agama bisa menjadi solusi bagi krisis global.
Baca juga: Warga NU Tidak Bisa Diringkus dalam Pilihan Elektoral yang Tunggal
NU juga membangun kesekretariatan permanen untuk R20 di North Carolina, AS, bernama Center for Shared Civilizational Value (CSCV) yang diketuai Mustasyar PBNU Ahmad Mustofa Bisri.
Nama Charles Holland Taylor, pria AS yang sudah lama berkecimpung dalam studi Indonesia dan keislaman serta memiliki rekam jejak yang dekat dengan NU lewat Yayasan Libforall dan Bayt Arrahmah, tercatat sebagai CEO CSCV.
Saat ini, forum R20 disebut akan menghasilkan komunike yang salah satunya memohon Presiden RI Joko Widodo menjadikan R20 sebagai engagement event resmi G20.
Jika hal ini disepakati para delegasi negara KTT G20, maka R20 akan diselenggarakan siapa pun presidensi G20 dan dengan itu, upaya membangun forum ini secara jangka panjang dapat tercapai.
Azca mengakui, forum R20 di Bali tidak serta-merta berdampak, sebab pekerjaan ini bersifat jangka panjang dan butuh keberlanjutan.
Dalam pekerjaan jangka panjang itu lah, kelompok ekstrem atau sayap kanan dapat dirangkul. Hal itu disebut sesuai dengan visi R20 untuk memperluas jaringan.
"Tentu prosesnya bermacam-macam. Istilahnya, kalau orang kita bilang, makan bubur dari pinggir, tidak langsung dari tengah," sebut Azca.
Baca juga: NU Klaim Forum R20 Bakal Berdampak Konkret Atasi Krisis Dunia
"Kita akan memanggil semua orang untuk bergabung, tidak hanya figur agama, mungkin bisa lebih banyak politikus, lebih banyak diplomat, pebisnis, sehingga kita bisa berjuang bersama menemukan solusi," tambah Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf.
Pelibatan kelompok sayap kanan sebetulnya telah dimulai dalam R20 di Bali, dengan diundang dan hadirnya Varanasi Ram Madhav, pemimpin Bharatiya Janata Party (BJP) sekaligus pemuka Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), organisasi sayap kanan India yang dikaitkan dengan kasus-kasus antikeragaman di Anak Benua.
NU mengeklaim bahwa diundangnya RSS tak terlepas dari status India sebagai presidensi R20 berikutnya dan ormas itu dianggap representatif, serta bahwa forum R20 akan menjadi ajang yang tepat untuk mendiskusikan masalah ini.
"Bahwa kita tahun ini harus segera libatkan ( sayap kanan) India karena kita butuh mitra kuat di India. Kalau kita nggak libatkan India, ya kemungkinan terwujud (tujuan R20) di India akan sangat kecil," ujar Najib.
Baca juga: PBNU Turunkan Caretaker, MWC NU Karawang Ancam Segel Kantor PCNU
"Cuma, tidak semua kelompok garis keras dilibatkan hari ini. Kita mulai makan bubur dari pinggir, kita sudah mulai hari ini dengan melibatkan aktor sosial ekonomi politik penting di India yaitu teman-teman yang memiliki asosiasi dengan RSS," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.