JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, jatuhnya korban dalam tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu dapat dicegah bila aparat bersabar dan tidak menembakkan gas air mata.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan, situasi di Stadion Kanjuruhan sebenarnya sudah terkendali sebelum adanya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian.
"Sebelum temabkan gas air mata pertama itu sebenernya terkendali. Jadi, kalau aparat keamanan waktu sabar saja 30 menit, itu tidak akan ada tragedi yang memilukan kita semua, jadi bersabar tidak melakukan gas air mata itu akan aman," kata Anam dalam konferensi pers, Rabu (2/11/2022).
Baca juga: Komnas HAM Nyatakan Ada Pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan
Anam mengatakan, penggunaan gas air mata oleh kepolisian dalam peristiwa itu pun berlebihan bila berkaca dari jumlah gas air mata yang ditembakkan.
"Penembakannya diarahkan ke tribun dengan jumlah sangat besar, dalam 9 detik ada 11 tembakan, (total) 45 tembakan. Kalau kita perkirakan kalau 1 kali tembakan 3 peluru ya ada 135 tembakan," kata Anam.
Ia menuturkan, setelah gas air mata pertama kali ditembakkan, aparat pun sudah kembali menguasai lapangan yang sempat diserbu oleh penonton.
Baca juga: Temuan Komnas HAM soal Kanjuruhan: Match Commisioner Tak Tahu Gas Air Mata Dilarang
Namun, bukannya berhenti, aparat justru kembali menembakkan gas air mata.
"Jadi penembakan gas air mata itu ada jedanya, setelah sekian kali, berhenti, lapangan dikuasai, terus ditembak kembali," ujar Anam.
Penembakan gas air mata, lanjut Anam, bukan hanya bertujuan untuk membubarkan massa tetapi juga mengejar penonton karena diarahkan ke tribun stadion.
Anam menegaskan, tindakan tersebut bukan hanya melanggar prosedur standar dalam pengamanan pertandingan, tetapi juga pelanggaran pidana.
Baca juga: Aremania Tak Puas Proses Hukum Tragedi Kanjuruhan, Ini Kata Bupati Malang
"Harusnya memang dia masih terkendali dan itu tidak perlu keluarkan gas air mata, itu exsessive use of force. Dan tindakan ini tidak hanya dipahami sebagai melanggar SOP, sehingga tidak cukup dengan kode etik tapi juga merupakan tindak pidana," kata Anam.
Sebagaimana diketahui, kerusuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema versus Persebaya digelar di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022).
Tragedi itu menelan banyak korban jiwa dan korban luka. Hingga 24 Oktober 2022, tercatat 135 orang meninggal dunia. Sementara, ratusan korban lainnya luka ringan hingga berat.
Banyaknya korban yang jatuh diduga karena kehabisan oksigen dan berdesakan setelah aparat menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Baca juga: Komnas HAM: Total 45 Gas Air Mata Ditembakkan Aparat Saat Tragedi Kanjuruhan
Sejauh ini, 6 orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini, 3 di antaranya personel Polri.
Mereka yakni WSS yang menjabat Kabag Operasi Polres Malang, lalu H selaku Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur, dan BSA yang menjabat Kasat Sammapta Polres Malang.
Kemudian, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta dimutasi menjadi Staf Ahli bidang Sosial dan Budaya Kapolri per 10 Oktober 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.