JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dinilai tidak dapat menggunakan persetujuan Dewan Pers untuk membatasi siaran langsung persidangan perkara Ferdy Sambo, Selasa (25/10/2022).
Hal itu diungkapkan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.
"Dewan Pers saya kira tidak punya hak dan tidak mewakili kepentingan hak informasi publik," kata Fickar kepada Kompas.com, Selasa sore.
"Dewan Pers itu badan yang mengorganisasikan pers-pers di Indonesia," imbuhnya.
Baca juga: Sidang Bharada E Dilarang Disiarkan Live, KY: Untuk Jaga Keterangan Saksi Tak Diikuti
Ia melanjutkan, keputusan melarang atau membolehkan menyiarkan tahapan pembuktian merupakan wewenang majelis hakim. Namun, hal itu bisa dibantah.
"Argumen majelis sebenarnya bisa dibantah karena hak atas informasi bagi publik adalah hak dasar bagi masyarakat," kata Fickar.
"Sehingga pemotongannya tidak bisa dilakukan dengan alasan-alasan yang tidak serius," ujar dia.
Fickar mengatakan bahwa majelis hakim hanya punya hak mengatur persidangan supaya tidak semrawut dan sesuai dengan hukum acara.
Baca juga: Sidang Bharada E Dilarang Disiarkan Langsung, Bolehkah Menurut Aturan?
Akan tetapi, tidak seharusnya majelis hakim memotong hak publik atas informasi dalam persidangan, kecuali pada sidang-sidang yang secara yuridis memang harus tertutup, seperti sidang perkara zinah dan terdakwa anak.
Di sisi lain, kata Fickar, persidangan dinyatakan terbuka untuk umum bukan berarti hanya dapat disimak oleh mereka yang hadir di lokasi.
"Dewan Pers juga tidak punya hak untuk membatasi hak publik," kata Fickar.
"Sangat tidak pas jika majelis hakim mendasarkan tindakannya membatasi hak publik dengan mengatasnamakan Dewan Pers," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Humas PN Jaksel Djuyamto mengatakan, pembatasan siaran langsung persidangan hari ini dilakukan agar keterangan seorang saksi tidak diikuti saksi lain.
Baca juga: Sidang Bharada Richard Eliezer Dilarang Disiarkan Langsung, Hakim: Yang Ketahuan Dikeluarkan
Keputusan ini diambil berdasarkan kesepakatan pihak pengadilan dengan TV pool yang difasilitasi Dewan Pers.
“(Menjaga keterangan saksi tidak diikuti saksi lain) antara lain itu yang menjadi alasan utama,” kata Djuyamto saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/10/2022).
Ia menambahkan, larangan penyiaran secara langsung diterapkan khusus pada saat tahap pembuktian. Menurutnya, prinsip keterbukaan tetap dipenuhi, lantaran media tetap bisa mengikuti jalannya sidang secara langsung di ruang sidang utama.
“Khusus untuk acara pembuktian keterangan saksi tidak live,” ujar Djuyamto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.