JAKARTA, KOMPAS.com – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap Bambang Tri Mulyono (BTM) pada Kamis (13/10/2022).
Ia dikenal sebagai orang yang pernah menggugat ijazah Presiden RI Joko Widodo ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 3 Oktober 2022, karena diduga palsu.
Bambang ditangkap di sebuah hotel di kawasan Jakarta Selatan, Kamis sore. Setelah ditangkap, Bambang ditetapkan sebagai tersangka.
Selain Bambang, ada seorang bernama Sugik Nur Rahardja (SNR) atau Gus Nur yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Sugik Nur dan Bambang Tri Mulyono Jadi Tersangka karena 2 Konten YouTube Ini
"Tersangka pertama adalah SNR, kedua adalah BTM," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Kamis (13/10/2022).
Penangkapan dan penetapan tersangka tersebut berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/0568/IX/2022 Bareskrim Polri tanggal 29 September 2022 dengan pelapor Dodo Baidlowi.
Bambang dan Sugik Nur dilaporkan atas dugaan ujaran kebencian dan penistaan agama terkait 2 unggahan konten YouTube dalam akun YouTube Gus Nur 13 Official.
Dua konten itu, pertama berjudul "GUS NUR : MUBAHALAH BAMBANG TRI DI BAWAH AL-QUR'AN -BLOKO SUTO - SEKARANG SIAPA YG PENDUSTA ? PART 1".
Kedua berjudul, "SIAPA YANG MENGHAMILI ISTERI BAMBANG TRI ? ANAK SIAPAKAH ITU ? YA ALLAH - JAHAT SEKALI - PART II".
Baca juga: Sugik Nur dan Bambang Tri Mulyono Jadi Tersangka karena 2 Konten YouTube Ini
Apabila di saksikan, video pertama yang dilaporkan membicarakan perihal dugaan ijazah palsu Jokowi.
Bambang juga menjabarkan dugaannya terkait ijazah Jokowi. Ia bahkan membawa seorang saksi.
Polisi pun mengenakan pasal berlapis kepada Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur yakni dugaan ujaran kebencian berdasarkan SARA (suku, ras, agama, dan antargolongan) serta penistaan agama.
Menurut Nurul, pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka adalah Pasal 156a huruf a KUHP tentang penistaan agama.
Baca juga: Ini Sosok Penggugat Ijazah Jokowi yang Jadi Tersangka Ujaran Kebencian
Kemudian, Pasal 45a ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terkait ujaran kebencian berdasarkan suku ras agama dan antargolongan (SARA).
Pasal sangkaan terakhir, kata Nurul, adalah Pasal 14 ayat 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana tentang penyebaran pemberitaan bohong sehingga menimbulkan keonaran di masyarakat.