JAKARTA, KOMPAS.com - Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menyisakan duka mendalam bagi banyak pihak.
Tercatat 125 orang meninggal dunia akibat kerusuhan di stadion itu usai laga antara Arema FC dan Persebaya Surabaya dalam kompetisi sepakbola Liga 1 yang digelar pada Sabtu (1/10/2022) lalu.
Tragedi bermula setelah laga bertajuk derbi Jawa Timur itu. Pertandingan antara Arema FC vs Persebaya berlangsung ketat.
Baca juga: Menteri PPPA Klaim Anak-anak Korban Kerusuhan Kanjuruhan Sudah Ditangani dengan Baik
Lima gol tercipta dalam laga ini dengan hasil 3-2 untuk keunggulan Persebaya. Namun, hasil pertandingan derbi Jatim ini ternyata tidak bisa diterima pendukung Arema FC, Aremania.
Sejumlah Aremania yang kecewa berhamburan masuk ke lapangan dengan meloncati pagar, membuat situasi tak terkendali.
Aparat keamanan terlihat kewalahan menghalau kericuhan tersebut karena jumlah mereka tidak sebanding.
Situasi semakin tak terkendali ketika aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
Banyak korban berjatuhan karena panik dan terinjak-injak hingga sesak napas saat hendak menyelamatkan diri usai gas air mata ditembakkan oleh petugas keamanan.
Baca juga: 2 Polisi Meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan Naik Pangkat
Berdasarkan keterangan Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, sejauh ini korban tewas dan luka-luka mencapai 448 orang.
Dengan rincian sebanyak 302 orang luka ringan, 21 orang luka berat, dan 125 orang meninggal dunia.
Pemerintah langsung bergerak cepat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan supaya penyelenggaraan Liga 1 dihentikan sementara sampai proses evaluasi total dilakukan.
Selain itu, pemerintah menjamin seluruh biaya perawatan korban luka-luka atau yang dirawat gratis dan ditanggung oleh negara.
Baca juga: Kapolri Copot Kapolres Malang Buntut Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta Polri dan TNI segera melakukan evaluasi terhadap sejumlah anggotanya yang diduga melakukan tindakan berlebihan dalam pengamanan laga itu.
Pemerintah juga membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk mendalami bagaimana peristiwa itu bisa terjadi. Tim itu terdiri dari menteri, aktivis, jurnalis, hingga mantan pemain tim nasional sepakbola.
Tim itu diberi waktu 2 pekan sampai 1 bulan untuk mengumpulkan data dan keterangan terkait peristiwa itu.