Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Didesak Tak Teken Keppres Pengangkatan Hakim Guntur Hamzah Pengganti Aswanto

Kompas.com - 03/10/2022, 20:57 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendesak Presiden Joko Widodo tidak menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk pengangkatan Hakim Konstitusi pilihan DPR, Guntur Hamzah, pengganti Aswanto.

Peneliti PSHK, Agil Oktaryal menilai, pemberhentian Aswanto melanggar hukum dan cacat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 87 huruf b UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

DPR, menurutnya, tidak memiliki wewenang untuk mencopot dan mengangkat hakim konstitusi. Dewan hanya berwenang untuk mengusulkan hakim konstitusi.

Baca juga: Pencopotan Hakim Konstitusi Aswanto Dinilai Langgar Hukum dan Ganggu Independensi Peradilan

"Mendesak Presiden tidak keluarkan Keppres soal pengangkatan Guntur Hamzah selaku hakim konstitusi karena bertentangan dengan UU MK (Mahkamah Konstitusi) dan putusan MK," kata Agil dalam diskusi media di Jakarta, Senin (3/10/2022).

Ia menyebut, pencopotan Aswanto berbenturan dengan pasal 87 huruf b UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Beleid itu mengatur, hakim konstitusi yang sedang menjabat dan dianggap memenuhi syarat mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun, atau tidak lebih dari 15 tahun selama keseluruhan masa tugasnya.

Baca juga: Ketika Mantan Hakim MK Lawan Balik DPR Usai Aswanto Dicopot

Ketentuan ini sekaligus menghapus periodisasi jabatan hakim konstitusi. UU itu pun diperkuat dalam Putusan MK 96/2020 yang menyatakan bahwa pasal 89 itu konstitusional dan bisa diterapkan untuk hakim yang menjabat sekarang.

Dalam konteks masa jabatan Aswanto, seharusnya ia mengakhiri masa tugas pada 21 Maret 2029 atau setidaknya hingga 17 Juli 2029 saat genap berusia 70 tahun.

Namun, DPR mencopotnya dengan alasan Aswanto kerap menganulir atau banyak membatalkan produk legislasi DPR, padahal ia merupakan wakil DPR.

"Ketika hakim konstitusi menganulir sebuah UU, artinya hakim yang bersangkutan sudah benar pekerjaannya, karena dia menegakkan konstitusi, dan kemudian menafsirkan UU tersebut agar tidak bertentangan dengan konstitusi," jelas Agil.

Baca juga: Aswanto Dicopot DPR Gara-gara Batalkan UU, Jimly: Hakim MK Bukan Orang DPR

Agil mangaku heran Aswanto dicopot dari jabatan hakim konstitusi. Sebab, Aswanto tidak melakukan perbuatan tercela, tidak melanggar hukum, maupun tidak melanggar kode etik yang bersifat berat.

Kalaupun melakukan perbuatan tercela, pencopotan hakim konstitusi biasanya diproses melalui Mahkamah Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK). Dalam prosesnya, hakim diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.

Jika diputus bersalah, MK yang akan memecatnya sendiri berdasarkan hasil putusan dari MKHK, bukan DPR. Keputusan MK kemudian diteruskan kepada Presiden untuk dikeluarkan Keppres.

"Poinnya adalah proses yang terjadi menunjukkan bahwa DPR ingin menambah kekuasaan. Kalau selama ini DPR diberikan kewenangan untuk mengusulkan hakim konstitusi, di praktek kemarin mereka ingin menambah kewenangan. Tidak hanya mengusulkan, tapi juga memberhentikan," beber Agil.

Baca juga: Polemik Pencopotan Aswanto dari Hakim Konstitusi

Selain meminta Jokowi tidak mengeluarkan Keppres, PSHK juga meminta presiden memerintahkan Aswanto kembali menjabat sebagai hakim konstitusi sesuai dengan UU MK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com