JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) Edwin Partogi mengatakan, kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat sudah memunculkan kecurigaan sejak awal.
Sebab, saat itu polisi tidak menerbitkan laporan kematian Brigadir J yang merupakan korban pembunuhan.
"Kenapa (polisi) tidak ada yang menerbitkan LP (laporan polisi tipe) A untuk kematian Yoshua?" ujar Edwin dalam diskusi publik di Kemayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (28/9/2022).
Baca juga: LPSK soal Putri Candrawathi: UU TPKS Bukan untuk Korban Fake
Kejanggalan kedua, jenazah Brigadir J diotopsi padahal kepolisian memosisikan Brigadir J sebagai pelaku dalam peristiwa tembak-menembak.
"Kenapa Yoshua yang dikatakan terduga pelaku tembak-menembak dan terduga pelaku perbuatan asusila dilakukan otopsi?" kata Edwin.
Di sisi lain, polisi justru menerbitkan dua laporan sekaligus pasca-kematian Brigadir J.
Laporan pertama tipe A yang artinya dibuat oleh pihak kepolisian sendiri yaitu tentang peristiwa percobaan pembunuhan yang dituduhkan kepada Brigadir J.
Kedua, laporan yang dibuat oleh Putri Candrawathi tentang perbuatan tindak kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri di rumah dinas Kadiv Propam, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Sejak awal LPSK menilai ada hal ganjil, janggal dan tidak lazim," ujar dia.
Baca juga: Kasus Fredy Sambo dan Keberadaan Perjudian di Indonesia
Kecurigaan inilah yang membuat LPSK menilai kematian Brigadir J bukan disebabkan oleh peristiwa tembak-menembak, melainkan kasus pembunuhan.
Runtutan peristiwa yang timbul pasca-kematian Brigadir J juga memberikan kecurigaan bahwa peristiwa pembunuhan itu sudah direncanakan oleh sang pembunuh.
"Kami kemudian mencicil (memberikan pernyataan) ke publik beberapa informasi yang kami punya, termasuk juga kami ingatkan supaya Polri menghentikan diksi tembak-menembak," kata dia.
Adapun Brigadir J tewas di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022.
Brigadir J tewas ditembak oleh Bharada E atau Richard Eliezer atas perintah Ferdy Sambo.
Polri telah menetapkan Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Putri Candrawathi, serta Bripka RR atau Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf sebagai tersangka pembunuhan berencana Brigadir J.
Atas perbuatan mereka, kelima tersangka itu dijerat pasal pembunuhan berencana yang termaktub dalam Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman seumur hidup dan hukuman mati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.